VITAMIN DAN MINERAL PADA PASIEN TUA
(GERIATRI)
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Sosial dan Pengelolaan Obat
Disusun oleh
Kelas D
Kelompok 6:
1. Jodi Wirlan (122110101177)
2. Herdian Riskianto (122110101180)
3. R. Moh. Naufal R. (122110101188)
4. Aprillia Wulan S. (122110101198)
5. Icha R. Damayanti (122110101199)
6. Handika Maulana (122110101201)
7. Luluk Zilfi B. (122110101210)
8. Desy Iswari (132110101024)
9. Lia Pujitiana (132110101037)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Pujidansyukur
kami haturkankehadiratTuhan Yang MahaEsa, karena atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya,kamidapatmenyusunmakalah
yang berjudul “Vitamin
dan Mineral pada Pasien Tua (Geriatric)” ini dengan baik.
Makalah
inidapat terselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
manusia membutuhkan zat gizi untuk keberlangsungan hidupnya. Banyak sekali zat
gizi yang dibutuhkan oleh manusia, beberapa di antaranya adalah vitamin dan
mineral. Meskipun kedua zat gizi tersebut dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun
fungsinya sangat vtal bagi tubuh sehingga harus tetap terpenuhi. Dari berbagai
karakteristik yang dimiliki manusia, jumlah kebutuhannya terhadap vitamin dan
mineral ini tentu akan berbeda-beda, mulai dari anak-anak, dewasa, ibu hamil
dan menyusui serta lansia (geriatric). Pada karakter yang terakhir ini kita
juga harus tetap memperhatikannya karena pada pasien tua (geriatric)
membutuhkan lebih banyak perhatian terkait dengan kebutuhan vitamin dan mineral
yang tentunya berpengaruh terhadap kesehatannya. Oleh karena itu, di dalam
makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenao geriatric dan berbagai hal
terkait dengan vitamin dan mineralnya.
1.2 Rumusan Masalah
·
Bagaimana konsep penuaan?
·
Bagaimana hubungan antara penyakit
dengan usia?
·
Bagaimana kebutuhan vitamin dan mineral pada
lansia?
·
Bagaimana mekanisme terjadinya anoreksia
pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·
Bagaimana mekanise terjadinya obesitas
pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·
Bagaimana mekanisme terjadinya penurunan
kognitif pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·
Bagaimana mekanisme terjadinya
osteoporosis pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
1.3 Tujuan
·
Untuk mengetahui konsep penuaan
·
Untuk mengetahui hubungan usia dengan
penyakit
·
Untuk mengetahui kebutuhan vitamin dan mineral
pada lansia
·
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya
anoreksia pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya
obesitas pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya
penurunan kognitif pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya
osteoporosis pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
2.1 Penuaan
2.1.1 Definisi
Penuaan
adalah suatu proses yang menyebabkan atresi dan perburukan selular seiring usia
yang pada akhirnya berakhir pada penurunan viabilitas dan kematian, dipengaruhi
baik oleh suatu program genetik mau pun juga oleh peristiwa lingkungan dan
endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang rentang usia organism. Penuaan pada manusia berkaitan dengan proses
multidimensional fisik, psikologis dan perubahan sosial.
Proses
penuaan meupakan proses yang dialami setiap makhluk hidup. Hal ini dapat
berlangsung secara fisiologis maupun patologis. Umur manusia telah ditentukan,
namun banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Pertumbuhan manusia normal
dapat digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai
puncak (saat manusia berumur 20-an), tiba tahap kedua menurun. Dengan
sendirinya, jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di puncak,
kemudaannya akan bertambah.
Banyak
teori yang menjelaskan mengenai proses penuaan sel antara lain teori Telomere,
Teori “wear and tear”, Teori Mutasi Somatik,
Teori “akumulasi kesalahan” ,Teori akumulasi sampah, Teori autoimun, teori “Aging-Clock”, Teori “Cross-Linkage”, Teori “radikal bebas“,
Mitohormesis. Dan sekarang yang paling sering dianut adalah teori Telomer.
Namun demikian proses penuaan sel adalah multifaktorial baik secara intrinsik
maupun ekstrinsik. Dengan mengetahui proses penuaan ini, banyak orang yang
berusaha untuk menghindari dari proses penuaan tersebut dengan munculnya
produk-produk “Anti-Aging”. Dimana
produk yang paling sering digunakan adalah produk yang memakai teori “Free-Radical”.
2.1.2 Proses Penuaan
Proses penuaan merupakan proses yang
berhubungan dengan umur seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan
bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin bertambah umur semakin
berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan
struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun dengan
mereka yang berumur 30 tahun yaitu:
1. Berat
otak 56%
2. Aliran
darah ke otak 80%
3. Cardiac
Output 70%
4. Jumlah
glomerulus 56%
5. Glomerular
filtration rate 69%
6. Vital
capacity 56%
7. Asupan
O2 selama olahraga 40%
8. Jumlah
dari axon pada saraf spinal 63%
9. Kecepatan
pengantar inpuls saraf 90%
10. Berat
badan 88%
Banyak faktor yang mempengaruhi proses
penuaan tersebut sehingga muncullah teori-teori yang menjelaskan mengenai
faktor penyebab proses penuaan ini.Diantara teori yang terkenal adalah teori
Telomere dan teori radikal bebas.
Adapun faktor yang mempengaruhi proses
penuaan tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
a. Faktor
genetik, yang melibatkan :
1. “jam
gen“
2. Perbaikan
DNA
3. Respon
terhadap stress
4. Pertahanan
terhadap antioksidan
b. Faktor
lingkungan, yang melibatkan:
1. pemasukan
kalori penyakit-penyakit
2. Stress
dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan kimia)
Kedua faktor tersebut akan mempengarui
aktifitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidasi
sehinga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan.
2.1.3 Teori Telomere
Pada ujung setiap kromosom, terdapat
sekuen pendek DNA nontranskripsi yang dapat diulang berkali-kali (TTAGGG), yang
dikenal sebagai telomere. Sekuen telomere ini tidak seluruhnya terkopi
sepanjang sintesis DNA menuju ke mitosis. Sebagai hasilnya, ekor untaian
tunggal DNA ditinggal di ujung setiap kromosom; ini akan dibuang dan, pada
setiap pembelahan sel, telomere menjadi pendeksel. Pada saat sel
somatikbereplikasi, satu potongan kecil tiap susunan telomere tidak berduplikasi,
dan telomere memendek secara progresif. Akhirnya, setelah pembelahan sel yang
multiple, telomere yang terpotong parah diperkirakan mensinyal proses penuaan
sel. Namun demikian, pada sel germ dan sel stem panjang telomere diperbaiki
setelah pembelahan tiap sel oleh enzim khusus yang disebut telomerase.
Pemendekan telomere dapat menjelaskan batas replikasi (Hayflick) sel. Hal ini didukung oleh penemuaan bahwa panjang telomer berkurang sesuai umur individu darimana kromosom didapat. Dari pengamatan jangka panjang bahwa fibroblast manusia dewasa normal pada kultur sel, memiliki rentang masa hidup tertentu; fibroblast berhenti membelah dan menjadi menua setelah kira-kira 50 kali penggandaan. Fibroblast neonatus mengalami sekitar 65 kali penggandaan sebelum berhenti membelah, sementara itu fibroblast pada pasien dengan progeria, yang berusia prematur, hanya memperlihatkan 35 kali penggandaan atau lebih. Menuanya fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP 53. Namun sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematiaan sel masif.
Pemendekan telomere dapat menjelaskan batas replikasi (Hayflick) sel. Hal ini didukung oleh penemuaan bahwa panjang telomer berkurang sesuai umur individu darimana kromosom didapat. Dari pengamatan jangka panjang bahwa fibroblast manusia dewasa normal pada kultur sel, memiliki rentang masa hidup tertentu; fibroblast berhenti membelah dan menjadi menua setelah kira-kira 50 kali penggandaan. Fibroblast neonatus mengalami sekitar 65 kali penggandaan sebelum berhenti membelah, sementara itu fibroblast pada pasien dengan progeria, yang berusia prematur, hanya memperlihatkan 35 kali penggandaan atau lebih. Menuanya fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP 53. Namun sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematiaan sel masif.
2.1.4 Teori “Wear And Tear”
Teori “Wear and Tear” disebut juga teori “Pakai dan Lepas”. Teori ini
memberi kesan bahwa hilangnya sel secara normal akibat dari perubahan dalam
kehidupan sehari-hari dan penumpukan rangsang subletal dalam sel yang berakhir
dengan kegagalan sistem yang cukup besar sehingga keseluruhan organisme akan
mati.Teori ini memberikan penjelasan yang baik mengapa kegagalan jantung dan
system saraf sentral merupakan penyebab yang sering pada kematian; sel-sel yang
mempunyai fungsi penting pada jaringan ini tidak mempunyai kemampuaan
regenerasi.Teori ini sama sekali tergantung pada pandangan statistik penuaan.
Pada teori ini kita mempunyai harapan hidup yang sama bagi setiap individu,
namun perubahan panjang umur setiap individu diakibatkan oleh perubahan pola hidup
dari individu itu sendiri. Berbagai mekanisme seluler dan subseluler yang
diperkirakan sebagai penyebab kesalahan penumpukan yang menyebabkan terjadinya
penuaan sel adalah:
a. Ikatan
silang protein
b. Ikatan
silang DNA
c. Mutasi
dalam DNA yang membuat gen yang penting tidak tersedia atau berubah fungsinya
d. Kerusakan
mitokondria
e. Cacat
lain dalam penggunaan oksigen dan nutrisi
2.1.5 Teori Radikal Bebas
Penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya,
istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil,
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan diorbit luarnya.
Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika
sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan
radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.Oksigen yang kita
hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat
reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive
oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini
berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses
detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara
fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya.
Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system defensive terhadap radikal bebas tersebut berupa perangkat antioksidan enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase, hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich, yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hydrogen peroksidase menjadi air dan oksigen. Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya.
Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system defensive terhadap radikal bebas tersebut berupa perangkat antioksidan enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase, hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich, yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hydrogen peroksidase menjadi air dan oksigen. Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.
Stress oksidatif (oksidative stress)
adalah ketidak seimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan
yang dipicu oleh dua kondisi umum:
1. Kurangnya
antioksidan
2. Kelebihan
produksi radikal bebas
Keadaan stress oksidatif membawa pada
kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh,
menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit.Teori
penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari
University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan
bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak.
2.1.6 Teori Genetika
Proses penuaan kelihatannya mempunyai
komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga
yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan umurnya mempunyai umur yang
rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat kecelakaan dan
penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas, tetapi
penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui garis
wanita dan seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada satupun
dipindahkan melalui spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa
gen yang mempengaruhi penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara
mereka mempengaruhi penuaan masih belum jelas. Disamping itu terdapat juga
“eksperimen alami” yang baik dimana beberapa manusia dengan kondisi genetik
yang jarang (progerias) seperti sindroma Werner menunjukkan penuaan yang prematur dan meninggal akibat
penyakit usia lanjut seperti ateroma derajat berat pada usianya yang masih
belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa dengan itu, penderita sindroma Down pada umumnya proses penuaannya
lebih cepat dibandingkan dengan populasi lain. Disamping itu fibroblasnya mampu
membelah dalam jumlah lebih sedikit di dalam kultur dibandingkan dengan kontrol
yang umurnya sama. Tetapi ini masih sangat jauh dari bukti akhir bahwa penuaan
merupakan kondisi genetic, hal ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa beberapa
bentuk penuaan dipengaruhi oleh mekanisme genetik.
2.1.7 Teori Peroses Penuaan Yang
Lain
Ada beberapa teori proses penuaan
yang lain yaitu:
1.
Teori mutasi somatik
Teori ini mengemukakan bahwa proses
penuaan diakibatkan oleh kerusakan pada integritas genetik sel-sel tubuh itu.
2.
Teori akumulasi kesalahan
Teori ini mengemukakan bahwa proses
penuaan diakibatkan adanya kesalahan pada kode genetic yang berangsur-angsur
rusak yang kemudian menumpuk dan menyebabkan rusaknya kode genetic tersebut.
3.
Teori akumulasi sampah
Menurut teori ini proses penuaan
disebabkan karena menumpuknya sisa-sisa pembuangan (sampah metabolisme) yang
akhirnya menyebabkan kerusakan pada sistem metabolisme.
4.
Teori Autoimune
Penuaan yang terjadi disebabkan karena
terbentuknya autoantibodi yang menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Hal ini
dapat terlihat pada radang lambung atropi, Hashimoto tiroiditis.
5.
Teori “Aging Clock”
Teori ini mengemukakan bahwa proses
penuaan disebabkan karena suatu urutan yang telah terprogram, seperti halnya
jam, dimana telah diatur oleh saraf atau sistem endokrin kita.Sel-sel membelah
dan terjadi pemendekan dari telomer ini seperti jam yang telah diatur waktunya.
6.
Teori “Cross-linkage”
Penuaan terjadi karena akumulasi dari
cross-linkage yang mana akan menghalangi fungsi sel normal
7.
Mitohormesis
Sejak tahun 1930 diketahui bahwa
membatasi asupan kalori mencegah timbulnya proses penuaan. Baru-baru ini,
Michael Ristow menunjukkan bahwa penundaan proses penuaan dapat dilakukan
dengan meningkatkan antioksidan yang menghambat pembentukan radikal bebas dalam
mitokondria.
2.1.8 Sindroma Proses Penuaan Yang
Prematur
Ada beberapa penyakit genetik yang
menunjukan adanya proses penuaan yang prematur. Tanda-tanda dari penyakit ini
adalah dijumpainya rambut yang beruban, mengkerutnya kulit, dan pendeknya masa
hidup dari penderita tersebut. Pada beberapa kasus hal ini dapat terjadi karena
mutasi dari gen. Adapun proses penuaan yang prematurtersebut dapat kita lihat
pada:
1. Werner’s
syndrome
Pada penderita ini kelihatan pada rambut
mereka telah beruban pada usia 20 tahun dan penderita umumnya meninggal pada
usia 40 tahun. Tanda-tanda proses penuaan seperti osteoporosis, katarak, dan
arterosklerosis dapat terlihat pada penderita. Meskipun pada waktu mudanya,
sel-sel juga mengalami replikasi penuaan namun hanya sebanyak 20 kali,
sedangkan yangnormal mencapai 70 kali atau lebih. Hal ini disebabkan oleh
mutasi di WRN, dimana WRN
ini diperlukan untuk perbaikan danpemeliharaan DNA yang terdapat di telomere.
2. Cockayne
syndrome (CS)
Terjadi karena mutasi pada gen-gen yang
berfungsi pada perbaikan DNA yaitu pada saat terjadi transkripsi DNA. Pada penderita
ini hanya menunjukkanbeberapa tanda proses penuaan, namun proses kematian
sangatlah cepat pada penderita ini.
3. Ataxia
telangiectasia (AT)
Penderita menunjukkan proses penuaan
yang prematur hal ini disebabkan karena kerusakan pada fungsi gen yang
mendeteksi kerusakan DNA (ATM) sehingga gen gagal memulai untuk proses perbaikan
selnya.
4. Hutchinson –
Gilford progeria syndrome.
Anak-anak yang menderita sindroma ini
akan menunjukkan tanda-tanda proses penuaan prematur yang parah sejak mereka
dilahirkan dan penderita akan meninggal setelah mereka berumur belasan tahun.
Disebabkan oleh mutasi gen (LMNA) untuk lamin yang berfungsi menstabilkan
membrane dalam dari pembungkus inti sel. Sebagaimana telah diketahui bahwa
replikasi, transkripsi, dan perbaikan dari DNA berlangsung di bagian dalam dari
inti sel, sedangkan pada penderita sindroma ini terjadi peningkatan kerusakan
pada DNA dan kerusakan pada ekspresi gen.Dari sindrom penuaan yang premature
ini terlihat bahwa terjadinya mutasi bukan seluruhnya pada sel, tetapi terjadi
mutasi pada gen-gen yang bertanggung jawab pada proses replikasi, perbaikan,
dan transkripsi dari dari seluruh gen.
2.1.9Anti Aging (Anti Penuaan)
Pada penderita proses penuaan yang
prematur terapi yang maksimal belumlah dijumpai, namun dengan diketahuinya
bahwa adanya enzim telomerase yang menghambat pemendekan telomere ini,maka para
ilmuwan masih berusaha untuk membentuk suatu substrat yang bekerja seperti
enzim telomerase tersebut. Namun penghambatan proses penuaan pada sel-sel yang
normal telah banyak ditemukan dengan munculnya produk-produk anti aging. Dugaan
bahwa radikal bebas tersebar dimana-mana, pada setiap kejadian pembakaran
seperti merokok, memasak, pembakaran bahan baker pada mesin dan kendaraan
bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan
pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olahraga yang berlebihan,
menyebabkan tidak ada pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif.
Langkah yang tepat untuk menghadapi banyaknya radikal bebas tersebut adalah
dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui
aktivitas antioksidan. Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut
di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa
golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia
seperti senyawa fenolik. Senyawa fenolik ini banyak dijumpai pada sayuran,
buah-buahan, rempah-rempah dan sebagainya yang merupakan konsumsi makanan kita
sehari-hari. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis.
Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa
komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam
tubuh.Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi
prooksidan.
Beberapa vitamin sebagai antioksidan
yang dapat menghambat proses penuaan, yaitu:
a. Vitamin A
Vitamin A memiliki sifat antioksidan yang hebat yang
membantu mencegah keriput dan tanda-tanda penuaan lainnya. Anti-oksidan
mencegah kerusakan pada sel-sel, yang disebabkan oleh radikal bebas dan produk
sampingan dari metabolisme. Radikal bebas terus dihasilkan dalam tubuh, maka
harus ada kelangsungan penyediaan anti-oksidan. Namun, vitamin A membuat kulit
lebih sensitif terhadap sinar matahari, maka meningkatkan kerusakan akibat
paparan. Untuk menghindari hal ini, vitamin A harus selalu digunakan dengan kombinasi
sunblock untuk mencapai yang lebih
baik dari anti-agin.
b. Vitamin B
Ketika bertambah tua, sebaiknya meningkatkan asupan vitamin
B dalam tubuh. Kurangnya asam folat, vitamin B12 dan B6, meningkatkan
kemungkinan penyakit jantung dan kehilangan memori. Ini adalah karakteristik
khas dari penuaan, maka sebaiknya menambahkan vitamin ini dalam asupan makanan
dapat memperlambat proses penuaan. Asupan harian vitamin B6 untuk orang diatas
usia 40 tahun, harus sekitar 5 mg sedangkan vitamin B12 harus sekitar 10 mg.
c. Vitamin C
Vitamin C banyak ditemukan di kulit, serta sayuran tertentu
dan buah-buahan. Vitamin C ini terutama berkaitan dengan memperbaiki sel yang
rusak. Ini mencegah pertumbuhan berlebihan atau kanker dari sel-sel, sehingga
mengurangi penuaan. Sintesis vitamin C dilakukan di kulit, paparan sinar
matahari atau polusi dapat secara drastis mengurangi jumlah vitamin C. Oleh
karena itu, sebaiknyamenambahkan vitamin C dalam asupan makanan kita
sehari-hari, seperti memakan buah yang mengandung banyak Vitamin C dan juga
memakan sayuran.
d. Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang paling bermanfaat untuk mengurangi
tanda-tanda penuaan. Vitamin E melindungi membran sel dan meningkatkan fungsi
enzim. Vitamin E juga membatalkan efek radikal bebas dan dengan demikian
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Vitamin E dapat dengan
mudah ditemukan dalam produk anti kerut perawatan kulit topikal dan memberikan
yang terbaik efek anti-penuaan. Asupan harian 400mg vitamin E meningkatkan
tekstur kulit, mengurangi keriput dan kerusakan akibat paparan sinar matahari.
e. Vitamin K
Vitamin
K adalah vitamin yang larut lemak dan sangat berguna dalam menyembuhkan
gangguan terkait tulang, yang berakibat dari penuaan. Hal ini juga mengurangi
jantung dan pembuluh darah terkait penyakit. Vitamin K efektif dalam
menyembuhkan gangguan seperti,
1)
Pukulan
2)
Penyakit
Alzheimer
3)
Penyempitan
pembuluh nadi
4)
Osteoporosis
Vitamin
anti-penuaan yang pasti efektif dalam menunda proses penuaan. Namun, vitamin
tersebut harus dikonsumsi dalam jumlah yang tepat atau tertentu saja.
Efektivitas aplikasi topikal dari beberapa vitamin anti-penuaan dan mineral
masih menjadi isu dipertanyakan. Namun, menggabungkan vitamin ini dalam asupan
makanan harian adalah metode terbaik untuk mengkonsumsi vitamin ini. Selain
itu, dapat juga mengkonsumsi suplemen vitamin komersial, mengingat meningkatnya
kebutuhan tubuh untuk vitamin ini.
2.2Hubungan Usia dengan Penyakit
Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
Dunia. Menurut World Health Organization (WHO), terdapat hampir sekitar
17 juta orang meninggal dunia akibat penyakit degeneratif setiap tahun (Depkes
RI, 2005). Penyakit degeneratif merupakan jenis penyakit non-infeksi yang
disebabkan oleh menurunnya fungsi sel, jaringan dan organ sejalan dengan
bertambahnya usia manusia.
Penyakit degeneratif terjadi karena adanya proses penuaan, biasanya terjadi
seiring dengan bertambahnya usia. Sehingga apabila seseorang semakin meningkat
usianya, dapat dipastikan resiko terkena penyakit degeneratif semakin tinggi
pula. Berikut ada beberapa contoh penyakit degeneratif yang dialami sebagian
besar masyarakat Indonesia.
1. Diabetes
Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglisemia) yang
terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Kadar gula darah dikatakan normal jika berada pada ≤200 mg/dl atau ≤125 mg/dl
(saat puasa).
Pada umumnya, gejala yang dialami
penderita diabetes yaitu: cepat merasa lapar dan haus, sering buang air kecil
terutama pada malam hari, gampang lelah, sering merasa mengantuk, penglihatan
kabur, sering kesemutan terutama pada kaki dan tangan, penurunan berat badan
dengan cepat, jika terkena infeksi lama sembuh, dsb. Adapun faktor pemicu
diabetes, di antaranya: keturunan, kegemukan, hipertensi, usia, gestational
diabetes (bayi lahir > 4kg), angka triglycerid, level kolesterol tinggi,
perokok, stress, dll.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi mediskronis dengan tekanan darah di arteri meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya
untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah tinggi dapat
dikatakan jika jumlah tekanan darahnya di atas 120/80 mmHg (dewasa), tentunya
untuk ukuran bayi atau lansia (60+) akan berbeda lagi. Beberapa penderita
hipertensi mengaku bahwa mereka sering mengalami sakit kepala (terutama
di bagian belakang kepala dan pada pagi hari), serta vertigo, tinitus (dengung
atau desis di dalam telinga), gangguan penglihatan atau pingsan sebagai gejala utamanya.
Adapun faktor-faktor yang bisa meningkatkan
resiko hipertensi yaitu: faktor keturunan, usia (semakin bertambah usia,
elastisitas pembuluh darah akan berkurang sehingga cenderung mengalami penyempitan
pembuluh darah), gender (hingga usia 45, pria lebih beresiko mengalami tekanan
darah tinggi. Pada usia 45 hingga 64, baik pria maupun wanita memiliki tingkat
resiko yang sama, tetapi pada usia di atas itu (64+), wanita lebih beresiko),
kurang olahraga, pola makan, berat badan berlebih, minum minuman beralkohol,
stres, dll.
3. Kolesterol
Kolesterol adalah senyawa lemak
berlilin yang sebagian besar diproduksi tubuh di dalam liver dari makanan
berlemak yang kita makan. Kolesterol diperlukan tubuh untuk membuat selaput
sel, membungkus serabut saraf, membuat berbagai hormon dan asam tubuh.
Kolesterol tidak dapat diedarkan langsung oleh darah karena tidak larut dalam
air. Untuk mengedarkannya, diperlukan molekul “pengangkut” yang disebut
lipoprotein. Ada dua jenis lipoprotein, yaitu high density lippoprotein
(HDL) dan low density lippoprotein (LDL).
Kadar kolesterol dalam darah normal
jika berada pada ≤200mg/dl, 200-239mg/dl (batas normal-tinggi), ≥240mg/dl
(sangat tinggi, beresiko jantung koroner). Sebagian orang merasakan sakit
kepala dan pegal-pegal sebagai gejala awal. Gejala ini muncul sebagai akibat
dari kurangnya oksigen. Kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan aliran darah
menjadi kental sehingga oksigen menjadi kurang.
Makanan yang banyak mengandung
kolesterol dengan kadar lemak jenuh akan meningkatkan kadar kolesterol LDL (Low
Density Lipoproteins), Trigliserida, dan Lp(a) dalam darah. Lemak jenuh
ini berasal dari daging dan produk olahan susu yang akan meningkatkan kadar
kolesterol darah. Beberapa minyak tumbuhan juga diketahui memiliki kadar lemak
jenuh yang tinggi seperti minyak yang terbuat dari buah kelapa sawit. Selain
pola makan yang tidak seimbang, faktor keturunan, kelebihan berat badan
(obesitas), merokok serta jarang berolahraga merupakan penyebab utama
kolesterol tinggi.
4. Jantung
Koroner & Stroke
Penyebab penyakit jantung koroner
adalah adanya penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner. Hal ini
disebabkan oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang semakin
lama semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari
dinding pembuluh nadi. Fenomena tesebut akan mengurangi atau menghentikan
aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa
darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrien
ke jantung karena kurangnya aliran darah ke jantung. Seperti halnya
jantung, stroke juga erat kaitannya dengan gangguan pembuluh darah. Stroke
terjadi karena adanya gangguan aliran darah ke bagian otak. Bila ada bagian
otak yang kekurangan suplai darah secara tiba-tiba maka penderitanya akan
mengalami gangguan persarafan sesuai daerah otak yang terkena. Bentuknya dapat
berupa lumpuh sebelah (hemiparesis), gangguan bicara, gangguan rasa (sensasi) di
kulit wajah, lengan atau tungkai.
Faktor resiko jantung koroner dan
stroke, di antaranya: perokok berat, minum minuman beralkohol, hipertensi,
kolesterol, obesitas, tingginya jumlah sel darah merah, diabetes melitus,
obesitas, kurang olahraga, penyalahgunaan narkoba, etc.
2.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral
pada Lansia
Masalah gizi yang dihadapi lansia
berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan
yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang
sudah menurun. Unsur gizi yang perlu memperoleh perhatian khusus adalah vitamin
dan mineral. Konsumsinya yang memadai mempunyai dampak antipenuaan. Dan
dianjurkan pula orang lansia mengikuti pola makan tertentu untuk menjaga
kesehatannya, yaitu 50% karbohidrat, 20% protein, dan 20%-30% lemak.
Beberapa jenis vitamin yang menunjang
kebugaran di usia lanjut dan mempunyai dampak antipenuaan adalah beta karoten
(provitamin A), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalalamin), asam folat, C, D, dan
E (alfa tokoferol).
1.
Beta
Karoten (pro vitamin A)
Beta
karoten berfungsi melawan radikal bebas penyebab proses penuaan. Manfaatnya
yang telah teruji adalah menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
penyumbatan arteri yang menyebabkan serangan jantung, menurunkan risiko
terserang stroke, merangsang fungsi kekebalan tubuh, dan mencegah katarak.
2.
Vitamin
B6 (Piridoksin)
Vitamin
B6 dalam tubuh memiliki fungsi sebagai koenzim beberapa reaksi kimia, terutama
metabolisme protein. Manfaatnya bagi usia lanjut adalah memperkuat fungsi
kekebalan tubuh, menyehatkan pembuluh-pembuluh darah, serta memperbaiki fungsi
otak. Penelitian menunjukkan bahwa penuaan mengubah metabolisme vitamin B6 dan
karenanya meningkatkan kebutuhan vitamin B6. DRI meningkat dari 1,3 mg untuk
dewasa muda menjadi 1,7 dan 1,5 mg secara berurutan, untuk lansia pria dan
wanita lebih dari 50 tahun.
3.
Vitamin
B12 (Sianokobalamin)
Vitamin
B12 merupakan unsur penting untuk meningkatkan kemampuan daya ingat. Bahkan
bisa mengatasi persoalan kelainan saraf. Di samping itu, bekerja sama dengan
asam folat memproduksi sel darah merah. Sebanyak 10% sampai 30% lansia lebih
dari 51 tahun mengalami defisiensi vitamin B12 karena insufisiensi sekresi asam
lambung yang terjadi sekunder akibat reaksi lambung, gastritis atropik, penggunaan
obat yang menekan sekresi asam lambung , atau infeksi lambung oleh helicobacter pylori.
4.
Asam
Volat
Di
dalam tubuh asam folat berfungsi memproduksi sel darah merah dan dibutuhkan
untuk sintesis asam amino. Hasil penelitian membuktikan kekurangan asam folat
bisa menyebabkan demensia atau kepikunan. Mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung asam folat akan menurunkan risiko terserang kanker usus besar.
5.
Vitamin
C
Vitamin
C sangat bermanfaat untuk menghambat berbagai penyakit pada usia tua. Fungsinya
antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker,
melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah
katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi.
6.
Vitamin
D
Untuk
mempertahankan kekuatan tulang dibutuhkan vitamin D di samping kalsium. Vitamin
ini penting untuk membantu penyimpanan kalsium di dalam tulang serta mencegah
penyakit tulang. Kekurangan vitamin D akan mengakibatkan rapuh tulang. Ini
biasa terjadi pada orang lanjut usia yang kurang aktif. Vitamin D sangat unik
karena tubuh akan menyintesisnya setelah cahaya matahari atau ultraviolet
menyinari kulit. Kekurangan atau defisiensi vitamin D akan terjadi jika kurang
memperoleh sinar matahari dan kurang mengonsumsi makanan sumber vitamin itu.Lansia
beresiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D karena:
a. Mereka
cenderung mengonsumsi vitamin D kurang dari yang mereka perlukan. Hampir semua
asupan vitamin D bersal dari makanan yang diperkaya seperti susu, tetapi banyak
lansia mengonsumsi sedikit susu atau justru tidak mengonsumsi susu. Sereal,
margarin, dan roti yang diperkaya memberikan jumlah vitamin D lebih sedikit.
b. Pemajanan
mereka terhadap sinar matahari terbatas yang sering terjadi karena
ketidakmampuan fisik untuk keluar rumah.
c. Metabolisme
vitamin D beubah. Penuaan mengubah kemampuan kulit unuk menghasilkan vitamin D.
Lansia lebih dari 65 tahun telah mengalami penurunan empat kali lipat dalam
kapasitasnya menyintesisi vitamin D dibandingkan dengan orang dalam usia 20-30
tahun.
DRI
untuk vitamin D meningkat dari 5µg untuk dewasa usia 31-50 tahun menjadi 10µg
untuk lansia 51-70 tahun. Untuk individu lansia lebih dari 70 tahun DRI untuk
vitamin D meningkat sampai 15µg.
7.
Vitamin
E
Vitamin
E merupakan senjata ampuh melawan berbagai penyakit akibat penuaan. Di dalam
tubuh vitamin ini berfungsi menghambat penyumbatan arteri, meremajakan arteri,
mencegah serangan jantung, mengembalikan kekebalan tubuh, menghindari kanker,
menunda katarak, memperlambat penuaan pada otak, dan membantu menghilangkan
gejala-gejala artritis.
Sementara
itu beberapa jenis mineral yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan
mempunyai efek antipenuaan adalah kalsium (Ca), zat besi (Fe), seng (Zn),
selenium (Se), magnesium (Mg), mangan (Mn), kromium (Cr), dan kalium (K).
8.
Kalsium
(Ca)
Kalsium
berfungsi menjaga kesehatan tulang dan gigi, menghambat, tekanan darah tinggi,
mencegh kanker, dan melawan kolesterol. Lansia beresiko untuk mengalami
defisiensi kalsium baik karena penurunan asupan kalsium dan penurunan absorpsi
kalsium karena penuaan. Penelitian menujukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara defisiensi kalsium dan terjadinya osteoporosis, suatu penyakit tulang
meatabolik yang dicirikan oleh keseimbangan kalsium negatif dan penurunan massa
tulang. DRI untuk kalsium adalah 100 mg baik untuk pria dan wanita usia 35-50
tahun, untuk pria dan wanita usia 51-71 tahun dan mereka berusia lebih dari 70
tahun, meningkat sampai 1200 mg. Individu yang tidak dapat atau yang tidak mau
mengonsumsi sedikitnya 8 gelas susu tiga kali sehari membutuhkan suplemen
kalsium untuk menjamin asupan adekuat.
9.
Zat
besi (Fe)
Zat
besi diperlukan tubuh untuk pembentukan haemoglobin yang berfungsi mengangkut
oksigen dan karbondioksida antara paru dan jaringan.Kekurangan zat besi pada
usia lanjut bisa menyebabkan anemia karena bentuk sel ang kecil serta inti sel
pucat karena kekurangan kromatin. Gejala anemia antara lain lemah, letih, mudah
marah serta kehilangan konsentrasi. Zat besi dan vitamin C saling mendukung
dalam mempertahankan kesehatan tubuh. Vitamin C membantu tubuh menyerap zat
besi yang bersumber dari tumbuhan. Data fisiologik (seperti berhentinya
pertumbhan dan menstruasi) dan ukuran simpanan zat besi tubuh pada lansia
menunjukkan bahwa kebutuhan zat besi paling rendah pada lansia. RDA untuk zat
besi pada wanita menurun dari 15 mg pada usia 25-30 tahun sampai 10 mg pada
usia 51 tahun dan lebih.
10. Seng (Zn)
Seng
dibutuhkan tubuh untuk melawan infeksi, memperbaiki jaringan tubuh, serta
mencegah gangguan prostat dan ketidaksuburan atau infertilitas. Sehubungan
dengan proses penuaan mineral ini dapat mengembalikan fungsi kekebalan dan
melawan radikal bebas. Seng juga dapat kembali mengaktifkan kelenjar thymus
untuk memproduksi hormon timulan yang berfungsi merangsang produksi sel
T. Di samping itu, meningkatkan produksi interleukin-1 yang mempunyai
fungsi sama dengan hormon timulan (Emma S Wirakusumah, 2002).
11. Selenium (Se)
Selenium
memiliki kemampuan antioksidan yang berpengaruh terhadap proses penuaan dan
menjaga elastisitas jaringan tubuh. Mineral ini juga berperan sebagai faktor
esensial pada enzim glutation peroksidase yang berfungsi mereduksi
peroksida untuk mencegah pembentukan radikal bebas. Selenium bisa menurunkan
risiko terserang penyakit jantung, kanker, penurunan kekebalan tubuh, dan
infeksi virus.
12. Magnesium (Mg)
Magnesium
disebut-sebut sebagai ''mineral awet muda''. Kekurangan mineral ini menyebabkan
kemunculan tanda-tanda penuaan lebih dini. Di dalam tubuh magnesium berfungsi
memperkuat tulang, melawan radikal bebas, menyehatkan jantung, menurunkan
tekanan darah, dan mencegah diabetes. DRI magnesium untuk pria dan wanita tetap
konstan selama masa lansia. Namun, banyak lansia mengonsumssi jumlah yang
kurang dari yang dianjurkan, dan asupan magnesium cenderung menurun pada
populasi lansia. Penuaan yang menurunkan absorpsi magnesium dan meningkatkan
ekskresi magnesium lewat perkemihan. Karenanya lansia beresiko mengalami
defisensi magnesium. Sumber dietnya mencakup gandum, sayuran hijau, dan
kacang-kacangan yang dikeringkan.
13. Mangan (Mn)
Mangan
berfungsi untuk aktivitas sistem saraf pusat yang normal, memperbaiki daya
ingat, memperlancar metabolisme lemak dan karbohidrat, serta untuk integritas
jaringan kartilago dan tulang.
14. Kromium (Cr)
Kromium
di dalam tubuh memiliki fungsi meningkatkan efektivitas insulin dalam memproses
gula sehingga dapat menjaga kadar normal glukosa dalam darah, metabolisme
lemak, menurunkan kolesterol darah, dan meningkatkan produksi hormon antitua
atau dehydroepiandrosterone (DHEA).
15. Kalium (K)
Mineral
kalium bersama-sama natrium (Na) berfungsi menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah untuk kontraksi otot, mengirim
oksigen ke otak, dan menjaga kestabilan tekanan darah.
16. Kalori
Hasil-hasil
penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang
berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan
aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan
protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25%
berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.
Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 2300 kal, sedangkan
untuk lansia wanita 1900 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan,
maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas.
Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan,
sehingga tubuh akan menjadi kurus.
Berikut ini Merupakan tabel kebutuhan
nutrisi lansia untuk nutrien tertentu:
Nutrien
|
RDA
|
DRI
|
|||
Usia 25-50 thn
|
Usia ≥ 51 thn
|
Usia 31-50 thn
|
Usia 51-70 thn
|
Usia ≥ 70 thn
|
|
Kalori
|
|||||
Pria
|
2900
|
2300
|
|||
Wanita
|
2200
|
1900
|
|||
Protein
(g)
|
|||||
Pria
|
63
|
63
|
|||
Wanita
|
50
|
50
|
|||
Zat Besi
(mg)
|
|||||
Pria
|
10
|
10
|
|||
Wanita
|
15
|
10
|
|||
Kalsium
(mg)
|
|||||
Pria
|
1000
|
1200
|
1200
|
||
Wanita
|
1000
|
1200
|
1200
|
||
Magnesium
(mg)
|
|||||
Pria
|
420
|
420
|
420
|
||
Wanita
|
320
|
320
|
320
|
||
Vitamin D
(µg)
|
|||||
Pria
|
5
|
10
|
15
|
||
Wanita
|
5
|
10
|
15
|
||
Vitamin B
12 (µg)
|
|||||
Pria
|
2,4
|
2,4*
|
2,4*
|
||
Wanita
|
2,4
|
2,4*
|
2,4*
|
||
Vitamin B
6 (µg)
|
|||||
Pria
|
1,3
|
1,7
|
1,7
|
||
Wanita
|
1,3
|
1,5
|
1,5
|
Ket :RDA, recommended dietary allowence, DRI, dietary reference intake
Begitu
penting peran vitamin dan mineral dalam menunjang upaya tetap aktif, kreatif,
dan produktif di usia lanjut atau 50 tahun ke atas sehingga kehadirannya perlu
diperhatikan dalam gizi.Bahan makanan yang mengandung vitamin dan mineral cukup
banyak, baik buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, daging,
susu dan produk susu, telur, hati, dan sebagainya.Agar kebutuhan atas vitamin
dan mineral tercukupi jangan segan-segan konsultasi dengan dokter atau ahli
gizi.
Di
samping itu, kini telah diproduksi suplemen khusus yang mengandung vitamin dan
mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh pada usia 50 tahun ke atas.Konsumsi
atas suplemen tersebut bisa dilakukan dengan pertimbangan vitamin dan mineral
dalam bahan makanan seringkali rusak atau berkurang kandungannya setelah
melalui proses pengolahan, pemasakan, penyimpanan, dan sebagainya.
Orang-orang
lanjut usia kadang-kadang juga menghadapi masalah perubahan nafsu makan akibat
penurunan fungsi pencernaan termasuk gigi, daya kecap dan penciuman, serta
pengosongan lambung yang berlangsung lebih lambat.Akibatnya asupan gizi
berkurang sehingga kemungkinan besar kebutuhan vitamin dan mineral dari makanan
tidak akan mencukupi. Untuk itulah suplemen khusus dihadirkan, tentu sebelum
memanfaatkan perlu konsultasi dengan dokter.
2.4 Anoreksia
Anoreksia dapat diartikan sebagai
berkurangnya asupan makanan yang terutama disebabkan oleh hilangnya nafsu
makan. Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu
tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Anoreksia geriatric adalah
tidak adanya selera makan pada lansia berusia >60 tahun atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Haltersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor fisiologis, patologis,
lingkungan, dan psikologis pada geriatri. Adanya anoreksia geriatri dalam
jangka panjang akan berefek pada terjadinya malnutrisi yang disebabkan
oleh asupan diet yang tidak mencukupi.
Status gizi pada lansia sering terjadi
penurunan (malnutrisi), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.
Perubahan fisiologis
Penurunan fungsi
fisiologis pada lansia merupakan hal yang terjadi secara alami seiring dengan
pertambahan usia. Penurunan ini meliputi perubahan kemampuan lansia dalam
merespon rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Perubahan fungsi anatomi dan
fisiologis sistem panca indera dan sistem pencernaan memiliki hubungan erat
dengan penurunan status gizi. Perubahan tersebut menyebabkan lansia tidak
menikmati makanan dengan baik. Selain perubahan fisiologis, penggunaan gigi
palsu yang tidak tepat akan memberikan rasa sakit dan kurang nyaman ketika
mengunyah. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan asupan nutrisi berkurang
sehingga berakibat pada penurunan status gizi lansia.
Ada juga yang
mengatakan bahwa perubahan fisiologi yang menyebabkan menurunnya asupan makanan
pada lansia adalah perubahan system gastroinstinal, antara lain:
a.
Rongga mulut:
1)
Tanggalnya gigi. Dengan hilangnya gigi
mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur
keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung vitamin A, C dan serat
sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi
2)
Sekresi air ludah (saliva) berkurang.
Hal ini mengakibatkan pengeringan rongga mulut Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa
terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan
dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh.
b.
Esofagus
Gangguan menelan akibat gangguan
neuromuscular, seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot
menebal
c.
Lambung
Pengosongan lambung lebih lambat,
sehingga orang akan makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh, terjadilah
anoreksia. Penyerapan zat gizi
berkurang dan produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna
makanan. Selain itu, lapisan lambung menipis, sekresi HCL dan pepsin berkurang
akibatnya penyerapan vitamin B12 dan
zat besi menurun. Secara umum karena terjadinya penurunan sekresi asam lambung
dan enzim pencerna makanan dapat mengganggu penyerapan vitamin dan mineral
akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro.
d.
Usus: Berat total usus halus berkurang,
peristaltic melemah, penyerapan kalsium dan zat besi menurun.
2.
Status ekonomi
Masa pensiun
yang dialami lansia akan berdampak salah satunya pada keadaan keuangan
keluarga. Kondisi keuangan keluarga yang menurun secara tidak langsung
berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas asupan zat gizi. Apabila hal
ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan lansia mengalami gizi kurang.
3.
Psikologis
Demensia atau
orang awam menyebutnya “pikun” diderita sebagian kecil lansia di atas 65 tahun
dan semakin meningkat sekitar 20% pada usia 80 tahun. Manifestasi “pikun” di
antaranya disorientasi, kecemasan dan kegelisahan. Manifestasi tersebut dapat
menurunkan asupan makanan dan perubahan aktivitas fisik sehingga bila
berlangsung dalam jangka waktu lama akan menyebabkan penurunan status gizi
4.
Status Kesehatan
Status kesehatan dan
status gizi saling berhubungan erat satu sama lain. Meningkatnya penyakit
infeksi, penyakit degeneratif dan non degeneratif serta masalah kesehatan
gigi-mulut merupakan bagian dari status kesehatan yang berperan dalam perubahan
status gizi. Kondisi tersebut dapat mengubah cara makan sehingga mempersulit
asupan nutrisi. Efek samping mengonsumsi obat-obatan sistemik mengakibatkan
lansia mengalami penurunan selera makan, mulut kering, perubahan pada indera
pengecap, mual dan muntah. Apabila berlangsung lama dapat menyebabkan penurunan
asupan nutrisi yang pada akhirnya menyebabkan lansia kekurangan gizi.
2.5 Obesitas
2.5.1 Definisi
Obesitas
adalah kelebihan lemak
dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah
kulit), sekitar organ
tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya
(Misnadierly, 2007).
Obesitas
merupakan keadaan yang
menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat
jaringan lemak dalam tubuh sehingga
terjadi kelebihan berat
badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).
Terjadinya obesitas lebih ditentukan
oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik,
maupun keduanya (Misnadierly, 2007).
Dengan demikian tiap orang perlu
memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga
sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian
lebih besar mengenai kedua hal
ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga
obesitas, berjenis kelamin
wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan
olahraga, serta emosionalnya labil.
Perhatian
tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada
lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita
cenderung berbeda.Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong,
sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya
lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah
apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak; kadang pada
beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah
apel, terutama setelah masa menopause.
Secara
ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor:
1.
Faktor genetik.
Obesitas cenderung
diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga
tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang
bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya
hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata
faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
2.
Faktor lingkungan.
Gen merupakan
faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang
juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola
gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta
bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
3.
Faktor psikis.
Apa yang ada di
dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang
memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.Salah satu bentuk gangguan
emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan
masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa
menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak
nyaman dalam pergaulan sosial.Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi
penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan
makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan
ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam
jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang
dikonsumsi sangat banyak.Pada sindroma makan pada malam hari, adalah
berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan,agitasi dan insomnia pada malam hari.
4.
Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit
bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
- Hipotiroidisme
- Sindroma Cushing
- Sindroma Prader-Willi
- Beberapa kelainan saraf yang
bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
5.
Obat-obatan
Obat-obat tertentu
(misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat
badan.
6.
Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran
atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak
yang disimpan dalam tubuh.Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada
masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak
tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan
dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
7.
Aktivitas fisik.
Kurangnya
aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang
cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik
yang seimbang, akan mengalami obesitas.
2.5.2 Mekanisme Obesitas terkait
dengan Mineral
Selain peningkatan
risiko asma, riset juga menunjukkan kelebihan berat badan berefek pada
penurunan kepadatan mineral tulang. Terutama pada anak penderita asma yang
semasa kecilnya menggunakan obat hirup corticosteroid. Untuk membuktikannya
dilakukan pemeriksaan yaitu berupa pengukuran bone mineral density (BMD) dengan
dual-energy x-ray absorptiometry (DXA) dan peripheral quatitative computed
tomography (pQCT). Setelah dilakukan riset, hasilnya yaitu penderita asma yang
melakukan pengobatan dengan obat hirup mengalami menimbunan obat hirup sebanyak
517 miligram. Timbunan tersebut berhubungan dengan menurunnya kepadatan mineral
tulang yang diukur dengan DXA atau pQCT.
2.5.3 Mekanisme Obesitas terkait
dengan Vitamin
Hubungan berbanding
terbalik antara berat badan berlebih dengan kurangnya jumlah vitamin D. Vitamin
D memiliki peranan yang sangat penting bagi kesehatan sel, penyerapan kalsium
dan fungsi kekebalan tubuh yang seimbang. Kekurangan vitamin D dapat
meningkatkan resiko tulang rapuh dan kanker jenis tertentu.
Para peneliti juga
mengungkapkan bahwa orang yang kelebihan berat badan memiliki kemungkinan
mengalami masalah dalam memproses vitamin dalam tubuhnya secara tepat. Selain
itu, penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah 'sunshine vitamin' diserap
oleh tubuh (baik melalui radiasi sinar matahari atau pengonsumsian jenis
makanan seperti ikan dengan kandungan lemak tinggi dan susu bervitamin), maka
tubuh kemudian akan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat difungsikan tubuh,
yaitu 1,25-dihydroxyvitamin D. N. Proses ini akan terjadi lebih singkat pada
orang-orang obesitas karena adanya permasalahan dalam pembentukan vitamin D
tersebut.
2.6 Penurunan Kognitif
Terhadap Kebutuhan Vitamin Dan Mineral
Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran
fisik uga sering mengalami fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif.
Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness) bentuk
gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut
usia berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari
80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada
orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif
ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis
yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan
progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari
seseorang.
Jenis kelamin juga mempengaruhi penurunan
kognitif, wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada
laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormone seks endogen dalam
perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan di area otak yang
berperan dalam fungsi belajar dan memori, sperti hipokampus. Penurunan fungsi
kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol
dalam tubuh. Estradiol diperkiakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat
membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf
dari toksisitas amyloid pada pasien Alzheimer.
Factor makanan juga mempengaruhi fungsi
kognitif. Kekurangan vitamin D sekitar 25-54% pada orang berusia 60 keatas dan
74% ditemukan pada penderita Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh
metabolisme vitamin D yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama
vitamin D adalah sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet
saja tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil penelitian tentang vitamin D dalam
fungsi otak adalah adanya reseptor vitamin D pada hippocampus dan merupakan
pelindung dari saraf vitro. Salah satu factor penyakit penting yang
mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan
darah kronis dapat meningkatkan efek penurunan pada struktur otak, meliputi
penurunan substansia putih abu-abu di lobus prefontal, penurunan hipokampus,
meningkatkan hipertensitas substansia putih di lobus frontalis. Angina
pectoris, infark miokardium, penyakit jantung coroner dan penyakit vascular
lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif.
Vitamin dan mineral merupakan salah satu zat
gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh, walaupun dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah kecil tetapi zat mikro ini sangat berpengaruh terhadap tubuh manusia
mulai dari anak-anak sampai lansia. Kekurangan sebagian vitamin dan mineral
terjadi juga pada lansia, beberapa penelitian membuktikan terjadinya kekurangan
vitamin B6, B12, D dan asam folat. Kekurangan vitamin B6 dikarenakan rendahnya
asupan dan kebutuhan akan zat ini lebih tinggi. Sedangkan vitamin b12 dan asam
folat mengalami kekurangan karena asupan yang kurang dan adanya gangguan
penyerapan (malabsorpsi). Agar ingatan tetap baik dan system saraf bagus, harus
banyak makan makanan yang mengandung vitamin B6, B12, dan asam folat.
Kekurangan vitamin D karena kurangnya frekuensi lansia terpapar matahari,
asupan yang rendah, dan sintesis yang menurun akibat usia tua. Factor yang
berhubungan status kognitif akibat vitamin dan mineral
1. Asupan Zat Gizi
Gizi dilihat sebagai salah satu factor untuk memperbaiki status
kognitif. Banyak penelitian menunjukan bahwa stress oksidatif dan akumulasi
radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang
melampaui batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak berlebihan, hal
ini dapat mempercepat proses degenerasi saraf. Beberapa zat gizi yang
berpengaruh terhadap status kognitif antara lain:
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama energy bagi
tubuh manusia. Sebagian akrbohidrat di dalam sirkulasi tubuh manusia sebagai
glukosa. Sebagai sumber energy utama glukosa berperan penting dalam aktifitas
organ, termasuk system saraf pusat otak.
b. Protein
Protein merupakan bagian utama dari sel hidup
dan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein terdiri atas rantai-rantai
panjang asam amino. Kosentrasi beberapa asam amino dapat mempengaruhi
keberadaan pentingnya precursor neurotransmitter di dalam otak.
c. Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber energy, sumber
asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, memelihara suhu tubuh dan
sebagai pelumas. WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30%
kebutuhan energy total. Asupan lemak berlebih dapat mengganggu kesehatan
seperti kolestrol.
d. Vitamin A
Peranan vitamin A berkaitan dengan dua hal
meliputi mengontrol diferensiasi sel kompleks vitamin A masuk ke dalam nucleus
sehingga mempengaruhi DNA. Oleh karena vitamin A berhubungan dengan penuaan,
terutama pada penuaan otak, selain itu vitamin A juga dikenal sebagai
antioksidan. Hubungan antara asupan vitamin A dari makanan dengan fungsi
kognitif menunjukan hasil yang signifikan.
e. Vitamin B12
Asupan vitamin B12 berpengaruh pada jaringan
saraf karena salah satu fungsi vitamin B12 penting dalam fungsi normal
metabolism jaringan saraf. Kekurangan vitamin B12 dapat menurunkan kemampuan
kognitif. Vitamin B12 merupakan kofaktor dua jenis enzim pada manusia yaitu
metionin sintetase dan etilmalonil-KoA. Rekasi metilmalonil-KoA mutase terjadi
dalam mitokondria sel dan menggunakan deoksiadenosilkobalamin sebagai kofaktor.
Reaksi ini metilmalonil-KoA menjadi suksinil-KoA. Reaksi-reaksi ini diperlukan
untuk degradasi asam propionate dan asam lemak rantai ganjil terutama dalam
system saraf, diduga gangguan saraf pada kekurangan vitamin B12 disebabkan
gangguan aktivitas enzim ini.
Peneltian pada medical Research Council’s (MRC) Cognitive Function and Ageing Study
(CFAS) melaporkan bahwa defisiensi vitamin B12 pada lansia berhubungan
dengan fungsi kognitif dan rendahnya nilai kemampuan bahasa dan ekspresi. Pada
penelitian ini menunjukan status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan
lebih cepatnya penurunan fungsi kognitif. Defisiensi vitamin B12 dalam waktu
lama dapat menyebabkan kerusakan system saraf yang tidak dapat diperbaiki dan
akhirnya dapat menyebabkan kematian sel-sel saraf.
f. Vitamin B6
Vitamin B6 berperan dalam bentuk fosforilasi
PLP dan PMP sebagai koenzim terutama dalam transmisi, dekarboksilasi, dan
rekasi lain yang berkaitan dengan metabolism protein. Sebagai koenzim
fosforilase, PLP membantu pelepasan glikogen dari hati dan otot sebagai
glukosa-1-fosfat. Pembentukan sfingopolida yang diperlukan dalam pembentukan
lapisan myelin yang menyarungi sel-sel saraf yang memerlukan PLP.
Defisiensi vitamin B6 menimbulakn gejala-gejala
yang berkaitan dengan gangguan metabolism protein seperti lemas, mudah
tersinggung dan sukar tidur. Kekurangan lebih lanjut dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi motoric. Jika defisiensi vitamin B6
terus berlanjut dapat menimbulkan kerusakan pada system saraf.
g. Vitamin C
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh,
sebagai koenzim atau kofaktor. Vitamin C atau dikenal juga sebagai asam
askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan seduksinya dan mampu bertindak
sebagai antioksidan dalam rekasi-reaksi hidroksilasi. Selain itu vitamin C
berperan memperlambat berkembangnya gangguan kognitif.
h. Vitamin E
Antioksidan merupakan fungsi utama vitamin E,
komponennya penting untuk mencegah perusakan otak karena reaksi oksidatif. Oleh
karena itu vitamin dapat mencegah seseorang dari kemunduran fungsi kognitif
yaitu dengan melindungi kerusakan jaringan saraf dari proses oksidatif.
Penelitian terakhir menunjukan asupan vitamin E
yang tinggi pada usia lanjut dikaitkan dengan meingkatkan fungsi imun dan
memperbaikinya status kognitif pada pasien dengan penyakit Alzheimer
(Worthington Roberts dan Williams, 2000 dalam Almatsier, 2011)
i.
Zat Besi
Zat besi tau Fe mempunyai beberapa fungsi
esensial di dalam tubuh. Defisiensi Fe berpengaruh negatif terhadap fungsi
otak, terutama fungsi system neurotrnasmiter. Hal ini menyebabkan kepekaan
reseptor saraf dopamine berkurang dan reseptor tersebut akan hilang. Daya
konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu. Zat besi merupakan
kofaktor penting dalam sintesis neurotransmitter dan myelination. Oleh karena
itu Fe memilki peran penting pada proses perusakan atau pelemahan fungsi
kognitif dan menurunnya kemampuan kerja.
j.
Asam
Folat
Asam folat berperan dalam pembentukan DNA dan
RNA. Kekurangan asam folat dapat menggangu metabolism DNA sehingga dapat
menggangu kerja sel-sel dalam tubuh. Penelitian di Italia melaporkan bahwa
kadar asam folat rendah berhubungan dengan akan meningkatkan resiko terjadinya
risiko terjadinya demensia dan Alzheimer. Penelitian ini didukung laporan lain
yang menyatakan bahwa asupan asam folat berhubungan dengan meningkatnya fungsi
kognitif.
Pada orang lanjut usia, asam folat berperan
mencegah terjadinya kepikunan serta penurunan memori ingatan pada otak.
Penelitian telah membuktikan bahwa mereka yang mengkonsumsi asam folat
setidaknya di usia 50 tahunan selama 3 tahun mampu mengimbangi mereka yang
berusia 40 tahun dalam masalah ingatan pada sebuah tes di Belanda.
k. Seng
Seng berkaitan dengan berbagai aspek
metabolism. Peranan penting seng sebagai bagian integral enzim DNA polimerasi
dan RNA polymerase yang diperlukan dalam sintesis DNA dan RNA. Kekurangan seng
kronis dapat mengganggu system saraf pusat dan fungsi otak yang dihubungkan
dengan fungsi Zn dalam struktur enzim antioksidan.
2.7 Osteoporosis
1. Definisi
Osteoporosis
adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan kepadatan tulang, penurunan
kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh. Arti osteoporosis secara
harfiah adalah terjadinya keropos tulang membentuk porus-porus seperti spons.
Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan sering terjadinya patah tulang
(Ikawati, 2011).
WHO
mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan T-scores. T-scores merupakan
bilangan standar deviasi dari rata-rata densitas mineral tulang pada populasi
muda normal. Massa tulang yang normal memiliki nilai T-score lebih besar dari
-1, osteopenia memiliki nilai T-score -1 sampai -2,5, sedangkan osteoporosis
memiliki nilai T-score kurang dari -2,5 (Dipiro et al, 2005).
Tulang
yang terkena osteoporosis dapat patah (fraktur) karena cedera kecil yang
biasanya tidak akan menyebabkan tulang patah. Fraktur tersebut dapat berupa
retak/remuk, seperti patah tulang pinggul, atau patah (seperti pada tulang
belakang. Bagian punggung, pinggul, rusuk, dan pergelangan tangan merupakan daerah
umum terjadinya patah tulang akibat osteoporosis, meskipun fraktur osteoporosis
dapat terjadi pada semua tulang rangka (Ikawati, 2011).
Patah tulang belakang dapat berimbas pada beberapa
konsekuensi yang cukup serius, antara lain: menurunnya tinggi badan, rasa sakit
pada punggung yang menyiksa, dan berubahnya bentuk tulang. Sedangkan patah
tulang pinggul, terkadang dibutuhkan operasi lebih lanjut untuk penanganannya.
2.
Osteoporosis terhadap kebutuhan vitamin dan mineral
Pada
dasarnya, nilai asupan nutrisi seseorang dengan kemungkinan untuk terjadinya
osteoporosis pada dirinya merupakan sesuatu yang memiliki ikatan yang sangat
erat sekali. Artinya, jika kita
tidak memberi asupan nutrisi yang tepat baik dan tepat untuk mengatasi masalah
osteoporosis baik yang berbentuk makanan, minuman maupun suplemen,maka kita
tanpa sadar telah menempatkan diri kita pada suatu posisi yang beresiko besar
untuk mengalami osteoporosis. Nutrisi yang kita butuhkan agar kita dapat
menghindari terserang osteoporosis adalah kalsium serta vitamin D.
a.
KALSIUM
Kalsium adalah mineral makro yang terdapat paling banyak di
dalam tubuh yaitu 1,5 – 2 % dari berat badan orang dewasa, 99 % berada didalam
jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Mineral makro ini mempunyai peranan
penting dalam pembentukan tulang dan gigi serta mencegah penyakit osteoporosis,
akan tetapi tanpa adanya vitamin D kalsium yang kita konsumsi
tersebut tidak akan dapat meresap dan menyatu dengan tulang.
Artinya,
untuk dapat bermanfaat dalam memperkuat keadaan tulang kita, asupan keduanya
harus cukup atau sesuai dengan yang dibutuhkan. Karena, walau jumlah kalsium
yang kita konsumsi cukup memadai atau bahkan berlebihan, jika jumlah asupan
vitamin D-nya tidak cujup memadai maka asupan kalsium tersebut akan menjadi
sia-sia karena tidak akan terserap dengan baik, demikian juga sebaliknya. Kekurangan kalsium pada masa
pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah
bengkok dan rapuh. Kalsium (Ca) adalah satu dari beberapa
mineral yang berperan dalam pembentukan tulang dan sebanyak 99% kalsium di
dalam tubuh berada di dalam tulang.
Kalsium pada tubuh manusia berada dalam kontrol homeostasis
dengan mengalami proses-proses seperti absorbsi, ekskresi dan sekresi dan
penyimpanan dalam tulang untuk memelihara konsentrasi kalsium dengan jarak
pengaturan yang ketat (1,1 – 1,3 mmol/l). Pengaturan konsentrasi kalsium plasma
dilakukan melalui suatu sistem fisiologis lengkap yang terdiri dari interaksi
hormon-hormon kalsitropik seperti hormone paratiroid, 1,25-dihidroksikolekalsiferol
(vitamin D3) dan kalsitonin dengan jaringan target khusus (ginjal, tulang dan
usus) yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan masuknya kalsium ke
dalam bagian ekstraseluler. Asupan kalsium mempengaruhi pencapaian massa tulang
puncak dan juga zat ini dengan baik mampu untuk mempertahankan kalsium kerangka
sepanjang kehidupan. Kalsium adalah zat gizi yang penting, yang melibatkan
sangat banyak proses metabolis dan memberikan kekuatan mekanis pada tulang dan
gigi. Homeostatis kalsium negative disebabkan oleh kurangnya asupan makanan,
penyerapan yang lemah atau pengeluaran yang berlebihan yang mengakibatkan
kehilangan kalsium dari tulang dan selanjutnya dapat meningkatkan kejadian
patah tulang. Dalam hal ini terdapat data secara epidemiologis yang menunjukkan
adanya hubungan positif antara asupan kaslium dan kepadatan tulang.
The
National Academy of Sciences telah mengeluarkan suatu acuan khusus yang
didasarkan pada jumlah usia, mengenai jumlah yang dibutuhkan oleh setiap orang
akan kalsium maupun akan vitamin D sebagai berikut:
·
Anak-anak yang berusia
1 sampai 3 tahun 700 miligram (mg) kalsium per hari.
·
Anak-anak yang berusia
4 sampai 8 tahun 1.000 mg per hari.
·
Remaja 1.300 mg kalsium
per hari.
·
Pria dewasa sampai
berusia 70 tahun 1.000 mg per hari.
·
Pria dewasa yang
berusia diatas 70 tahun 1.200 mg per hari.
·
Wanita diatas 51 tahun
1.200 mg per hari.
Agar kalsium tersebut dapat diresap oleh tulang, The National
Academy of Sciences menganjurkan agar setiap orang dari sejak usia 1 hingga 70
tahun mengonsumsi 600 international unit (IU) vitamin D per hari serta yang
berusia diatas 70 tahun, 800 IU. Akan
tetapi, dalam hal ini beberapa ahli osteoporosis menganjurkan agar setiap
harinya dapat secara teratur mengonsumsinya antara 800 hingga 1.200 IU.
b. VITAMIN D
Vitamin D adalah senyawa kimia yang sangat esensial yang
walaupun jumlahnya sangat sedikit dalam tubuh namun sangat diperlukan dalam
proses pertumbuhan perkembangan sel-sel tubuh. Vitamin D sangat penting untuk
riteri kalsium untuk membantu memineralisasi tulang. Diet mengandung vitamin D
harus cukup untuk membantu mempertahankan proses remodeling tulang. Asupan
kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi dalam tubuh selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D berperan penting dalam meregulasi
keseimbangan kalsium, dan defisiensi vitamin D menyebabkan tidak adekuatnya
mineralisasi tulang, seperti yang terlihat dalam riketsia (pada anak) dan
osteomalasia (pada dewasa).
Menurut Siris, direktur dari The Toni Stabile Osteoporosis
Center di Columbia University Medical Center, orang-orang tua yang kekurangan
vitamin D akan menyebabkan dirinya menjadi mudah untuk terjatuh.Hingga, jika
kita selalu mencukupi asupan vitamin D kedalam tubuh kita, selain akan
meningkatkan kadar kalsium yang terdapat pada tulang kita juga akan menjadikan
kita menjadi tidak mudah terjatuh, hingga semaksimal mungkin dapat menghindari
terjadinya patah tulang.
Karena
itu, untuk dapat memperkuat tulang serta mencegah mencegah osteoporosis,
upayakan untuk mencukupi kebutuhan kalsium serta vitamin D kita, baik melalui
makanan, suplemen maupun keduanya.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penuaan adalah suatu proses yang menyebabkan atresi dan perburukan
selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan viabilitas dan
kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik mau pun juga oleh
peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang
rentang usia organisme.
Adanya penuaan (lansia) seringkali diiringi
dengan adanya penyakit degeneratif yang merupakan jenis
penyakit non-infeksi yang disebabkan oleh menurunnya fungsi sel, jaringan dan
organ sejalan dengan bertambahnya usia manusia, misalnya DM, kolesterol, PJK
dan sebagainya.
Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya
aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan
memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun. Unsur gizi
yang perlu memperoleh perhatian khusus adalah vitamin dan mineral. Konsumsinya
yang memadai mempunyai dampak antipenuaan. Dianjurkan pula orang lansia
mengikuti pola makan tertentu untuk menjaga kesehatannya, yaitu 50% karbohidrat,
20% protein, dan 20%-30% lemak.
Anoreksia geriatric adalah tidak adanya selera makan pada
lansia berusia >60 tahun atau individu tersebut
tidak tertarik untuk menelan makanan. Haltersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor fisiologis,
patologis, lingkungan, dan psikologis pada geriatri.
Obesitas adalah kelebihan
lemak dalam tubuh,
yang umumnya ditimbun dalam
jaringan subkutan (bawah kulit),
sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan
organnya. Obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu
sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya Dengan demikian tiap
orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan
kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian
lebih besar mengenai kedua hal
ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga
obesitas, berjenis kelamin
wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan
olahraga, serta emosionalnya labil.
Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan
kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh.
Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan sering terjadinya patah
tulang. Gangguan ini dipengaruhi
oleh konsumsi vitamin D dan kalsium.
DAFTAR
PUSTAKA
Aging (life cycle), dari: http://en.wikipedia.org/wiki/aging process.
Aging Process, dari: http: //www.the
rubins.com/aging/precess htm
Curriculum
Module on the Aging Process, dari:http://en.wikipedia.org./wiki/aging process
4. Kumar
V, Cotran R.S, Robbin S.L, Basic Pathology, 84. Kumar V, Cotran R.S,
Robbin S.L, Basic Pathology, 8th ed, Saunders, Philadelphia, 2007 ; 28-30
Robbin S.L, Basic Pathology, 8th ed, Saunders, Philadelphia, 2007 ; 28-30
Mengenal
dan Menangkal Radikal Bebas, dari: http:// Berita Iptek online/2006/mengenal dan
menangkal radikal bebas.htm.
Rubin
E., Pathology: Clinicopathologic Foundations of Medicine, 4th edition,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia; 34-97. Underwood J.C.E, Patologi:Umum dan Sistemik, Edisi 2, EGC, Indonesia,
1999, 307-14
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia; 34-97. Underwood J.C.E, Patologi:Umum dan Sistemik, Edisi 2, EGC, Indonesia,
1999, 307-14
Gizi
dalam kesehatan reproduksi / penulis, erna francin path, S.Sos, Yuyum Rumdasih,
S.KM. M.Kes., Heryati, S.Kp, M.Kes. ; Editor Monica Ester. – EGC, 2004. ISBN
979-448-726-0.
http://www.eprints.undip.ac.id
http://Ewhi%20%20MINERAL%20MAKRO%20TERHADAP%20PEMBENTUKAN%20TULANG%20YANG%20HUBUNGANYA%20DENGAN%20PENYAKIT%20OSTEOPOROSIS.htm