Wednesday, May 21, 2014

VITAMIN DAN MINERAL PADA PASIEN TUA (GERIATRI)



VITAMIN DAN MINERAL PADA PASIEN TUA (GERIATRI)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Sosial dan Pengelolaan Obat


Disusun oleh
Kelas D
Kelompok 6:

1.      Jodi Wirlan                          (122110101177)
2.      Herdian Riskianto                (122110101180)
3.      R. Moh. Naufal R.               (122110101188)
4.      Aprillia Wulan S.                  (122110101198)
5.      Icha R. Damayanti                (122110101199)
6.      Handika Maulana                  (122110101201)
7.      Luluk Zilfi B.                         (122110101210)
8.      Desy Iswari                           (132110101024)
9.      Lia Pujitiana                          (132110101037)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014



KATA PENGANTAR


Pujidansyukur kami haturkankehadiratTuhan Yang MahaEsa, karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya,kamidapatmenyusunmakalah yang berjudul “Vitamin dan Mineral pada Pasien Tua (Geriatric)” ini dengan baik.
Makalah inidapat terselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.




                                                                                  Jember, 15 Maret 2014                                                                                              

Penyusun


DAFTAR ISI













BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan zat gizi untuk keberlangsungan hidupnya. Banyak sekali zat gizi yang dibutuhkan oleh manusia, beberapa di antaranya adalah vitamin dan mineral. Meskipun kedua zat gizi tersebut dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun fungsinya sangat vtal bagi tubuh sehingga harus tetap terpenuhi. Dari berbagai karakteristik yang dimiliki manusia, jumlah kebutuhannya terhadap vitamin dan mineral ini tentu akan berbeda-beda, mulai dari anak-anak, dewasa, ibu hamil dan menyusui serta lansia (geriatric). Pada karakter yang terakhir ini kita juga harus tetap memperhatikannya karena pada pasien tua (geriatric) membutuhkan lebih banyak perhatian terkait dengan kebutuhan vitamin dan mineral yang tentunya berpengaruh terhadap kesehatannya. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenao geriatric dan berbagai hal terkait dengan vitamin dan mineralnya.

1.2 Rumusan Masalah

·         Bagaimana konsep penuaan?
·         Bagaimana hubungan antara penyakit dengan usia?
·         Bagaimana kebutuhan vitamin dan mineral pada lansia?
·         Bagaimana mekanisme terjadinya anoreksia pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·         Bagaimana mekanise terjadinya obesitas pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·         Bagaimana mekanisme terjadinya penurunan kognitif pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?
·         Bagaimana mekanisme terjadinya osteoporosis pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral?

1.3 Tujuan

·         Untuk mengetahui konsep penuaan
·         Untuk mengetahui hubungan usia dengan penyakit
·         Untuk mengetahui kebutuhan vitamin dan mineral pada lansia
·         Untuk mengetahui mekanisme terjadinya anoreksia pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·         Untuk mengetahui mekanisme terjadinya obesitas pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·         Untuk mengetahui mekanisme terjadinya penurunan kognitif pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral
·         Untuk mengetahui mekanisme terjadinya osteoporosis pada lansia terkait dengan vitamin dan mineral




2.1 Penuaan

2.1.1 Definisi

Penuaan adalah suatu proses yang menyebabkan atresi dan perburukan selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan viabilitas dan kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik mau pun juga oleh peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang rentang usia organism. Penuaan pada manusia berkaitan dengan proses multidimensional fisik, psikologis dan perubahan sosial.
Proses penuaan meupakan proses yang dialami setiap makhluk hidup. Hal ini dapat berlangsung secara fisiologis maupun patologis. Umur manusia telah ditentukan, namun banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Pertumbuhan manusia normal dapat digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia berumur 20-an), tiba tahap kedua menurun. Dengan sendirinya, jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di puncak, kemudaannya akan bertambah.
Banyak teori yang menjelaskan mengenai proses penuaan sel antara lain teori Telomere, Teori “wear and tear”, Teori Mutasi Somatik, Teori “akumulasi kesalahan” ,Teori akumulasi sampah, Teori autoimun, teori “Aging-Clock”, Teori “Cross-Linkage”, Teori “radikal bebas“, Mitohormesis. Dan sekarang yang paling sering dianut adalah teori Telomer. Namun demikian proses penuaan sel adalah multifaktorial baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan mengetahui proses penuaan ini, banyak orang yang berusaha untuk menghindari dari proses penuaan tersebut dengan munculnya produk-produk “Anti-Aging”. Dimana produk yang paling sering digunakan adalah produk yang memakai teori “Free-Radical”.

2.1.2 Proses Penuaan

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun yaitu:
1.      Berat otak 56%
2.      Aliran darah ke otak 80%
3.      Cardiac Output 70%
4.      Jumlah glomerulus 56%
5.      Glomerular filtration rate 69%
6.      Vital capacity 56%
7.      Asupan O2 selama olahraga 40%
8.      Jumlah dari axon pada saraf spinal 63%
9.      Kecepatan pengantar inpuls saraf 90%
10.  Berat badan 88%
Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut sehingga muncullah teori-teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses penuaan ini.Diantara teori yang terkenal adalah teori Telomere dan teori radikal bebas.
Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
a.       Faktor genetik, yang melibatkan :
1.      “jam gen“
2.      Perbaikan DNA
3.      Respon terhadap stress
4.      Pertahanan terhadap antioksidan
b.      Faktor lingkungan, yang melibatkan:
1.      pemasukan kalori penyakit-penyakit
2.      Stress dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan kimia)
Kedua faktor tersebut akan mempengarui aktifitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehinga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan.

2.1.3 Teori Telomere

Pada ujung setiap kromosom, terdapat sekuen pendek DNA nontranskripsi yang dapat diulang berkali-kali (TTAGGG), yang dikenal sebagai telomere. Sekuen telomere ini tidak seluruhnya terkopi sepanjang sintesis DNA menuju ke mitosis. Sebagai hasilnya, ekor untaian tunggal DNA ditinggal di ujung setiap kromosom; ini akan dibuang dan, pada setiap pembelahan sel, telomere menjadi pendeksel. Pada saat sel somatikbereplikasi, satu potongan kecil tiap susunan telomere tidak berduplikasi, dan telomere memendek secara progresif. Akhirnya, setelah pembelahan sel yang multiple, telomere yang terpotong parah diperkirakan mensinyal proses penuaan sel. Namun demikian, pada sel germ dan sel stem panjang telomere diperbaiki setelah pembelahan tiap sel oleh enzim khusus yang disebut telomerase.
Pemendekan telomere dapat menjelaskan batas replikasi (Hayflick) sel. Hal ini didukung oleh penemuaan bahwa panjang telomer berkurang sesuai umur individu darimana kromosom didapat. Dari pengamatan jangka panjang bahwa fibroblast manusia dewasa normal pada kultur sel, memiliki rentang masa hidup tertentu; fibroblast berhenti membelah dan menjadi menua setelah kira-kira 50 kali penggandaan. Fibroblast neonatus mengalami sekitar 65 kali penggandaan sebelum berhenti membelah, sementara itu fibroblast pada pasien dengan progeria, yang berusia prematur, hanya memperlihatkan 35 kali penggandaan atau lebih. Menuanya fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP 53. Namun sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematiaan sel masif.

2.1.4 Teori “Wear And Tear

Teori “Wear and Tear” disebut juga teori “Pakai dan Lepas”. Teori ini memberi kesan bahwa hilangnya sel secara normal akibat dari perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan penumpukan rangsang subletal dalam sel yang berakhir dengan kegagalan sistem yang cukup besar sehingga keseluruhan organisme akan mati.Teori ini memberikan penjelasan yang baik mengapa kegagalan jantung dan system saraf sentral merupakan penyebab yang sering pada kematian; sel-sel yang mempunyai fungsi penting pada jaringan ini tidak mempunyai kemampuaan regenerasi.Teori ini sama sekali tergantung pada pandangan statistik penuaan. Pada teori ini kita mempunyai harapan hidup yang sama bagi setiap individu, namun perubahan panjang umur setiap individu diakibatkan oleh perubahan pola hidup dari individu itu sendiri. Berbagai mekanisme seluler dan subseluler yang diperkirakan sebagai penyebab kesalahan penumpukan yang menyebabkan terjadinya penuaan sel adalah:
a.       Ikatan silang protein
b.      Ikatan silang DNA
c.       Mutasi dalam DNA yang membuat gen yang penting tidak tersedia atau berubah fungsinya
d.      Kerusakan mitokondria
e.       Cacat lain dalam penggunaan oksigen dan nutrisi

2.1.5 Teori Radikal Bebas

Penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan diorbit luarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya.
Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system defensive terhadap radikal bebas tersebut berupa perangkat antioksidan enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase, hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich, yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hydrogen peroksidase menjadi air dan oksigen. Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.
Stress oksidatif (oksidative stress) adalah ketidak seimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:
1.      Kurangnya antioksidan
2.      Kelebihan produksi radikal bebas
Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit.Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak.

2.1.6 Teori Genetika

Proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan umurnya mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat kecelakaan dan penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas, tetapi penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui garis wanita dan seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada satupun dipindahkan melalui spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen yang mempengaruhi penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara mereka mempengaruhi penuaan masih belum jelas. Disamping itu terdapat juga “eksperimen alami” yang baik dimana beberapa manusia dengan kondisi genetik yang jarang (progerias) seperti sindroma Werner menunjukkan penuaan yang prematur dan meninggal akibat penyakit usia lanjut seperti ateroma derajat berat pada usianya yang masih belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa dengan itu, penderita sindroma Down pada umumnya proses penuaannya lebih cepat dibandingkan dengan populasi lain. Disamping itu fibroblasnya mampu membelah dalam jumlah lebih sedikit di dalam kultur dibandingkan dengan kontrol yang umurnya sama. Tetapi ini masih sangat jauh dari bukti akhir bahwa penuaan merupakan kondisi genetic, hal ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa beberapa bentuk penuaan dipengaruhi oleh mekanisme genetik.

2.1.7 Teori Peroses Penuaan Yang Lain

Ada beberapa teori proses penuaan yang lain yaitu:
1.      Teori mutasi somatik
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan oleh kerusakan pada integritas genetik sel-sel tubuh itu.
2.      Teori akumulasi kesalahan
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan adanya kesalahan pada kode genetic yang berangsur-angsur rusak yang kemudian menumpuk dan menyebabkan rusaknya kode genetic tersebut.
3.      Teori akumulasi sampah
Menurut teori ini proses penuaan disebabkan karena menumpuknya sisa-sisa pembuangan (sampah metabolisme) yang akhirnya menyebabkan kerusakan pada sistem metabolisme.
4.      Teori Autoimune
Penuaan yang terjadi disebabkan karena terbentuknya autoantibodi yang menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Hal ini dapat terlihat pada radang lambung atropi, Hashimoto tiroiditis.
5.      Teori “Aging Clock
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan disebabkan karena suatu urutan yang telah terprogram, seperti halnya jam, dimana telah diatur oleh saraf atau sistem endokrin kita.Sel-sel membelah dan terjadi pemendekan dari telomer ini seperti jam yang telah diatur waktunya.
6.      Teori “Cross-linkage
Penuaan terjadi karena akumulasi dari cross-linkage yang mana akan menghalangi fungsi sel normal
7.      Mitohormesis
Sejak tahun 1930 diketahui bahwa membatasi asupan kalori mencegah timbulnya proses penuaan. Baru-baru ini, Michael Ristow menunjukkan bahwa penundaan proses penuaan dapat dilakukan dengan meningkatkan antioksidan yang menghambat pembentukan radikal bebas dalam mitokondria.

2.1.8 Sindroma Proses Penuaan Yang Prematur

Ada beberapa penyakit genetik yang menunjukan adanya proses penuaan yang prematur. Tanda-tanda dari penyakit ini adalah dijumpainya rambut yang beruban, mengkerutnya kulit, dan pendeknya masa hidup dari penderita tersebut. Pada beberapa kasus hal ini dapat terjadi karena mutasi dari gen. Adapun proses penuaan yang prematurtersebut dapat kita lihat pada:
1.      Werner’s syndrome
Pada penderita ini kelihatan pada rambut mereka telah beruban pada usia 20 tahun dan penderita umumnya meninggal pada usia 40 tahun. Tanda-tanda proses penuaan seperti osteoporosis, katarak, dan arterosklerosis dapat terlihat pada penderita. Meskipun pada waktu mudanya, sel-sel juga mengalami replikasi penuaan namun hanya sebanyak 20 kali, sedangkan yangnormal mencapai 70 kali atau lebih. Hal ini disebabkan oleh mutasi di WRN, dimana WRN ini diperlukan untuk perbaikan danpemeliharaan DNA yang terdapat di telomere.
2.      Cockayne syndrome (CS)
Terjadi karena mutasi pada gen-gen yang berfungsi pada perbaikan DNA yaitu pada saat terjadi transkripsi DNA. Pada penderita ini hanya menunjukkanbeberapa tanda proses penuaan, namun proses kematian sangatlah cepat pada penderita ini.
3.      Ataxia telangiectasia (AT)
Penderita menunjukkan proses penuaan yang prematur hal ini disebabkan karena kerusakan pada fungsi gen yang mendeteksi kerusakan DNA (ATM) sehingga gen gagal memulai untuk proses perbaikan selnya.
4.      Hutchinson – Gilford progeria syndrome.
Anak-anak yang menderita sindroma ini akan menunjukkan tanda-tanda proses penuaan prematur yang parah sejak mereka dilahirkan dan penderita akan meninggal setelah mereka berumur belasan tahun. Disebabkan oleh mutasi gen (LMNA) untuk lamin yang berfungsi menstabilkan membrane dalam dari pembungkus inti sel. Sebagaimana telah diketahui bahwa replikasi, transkripsi, dan perbaikan dari DNA berlangsung di bagian dalam dari inti sel, sedangkan pada penderita sindroma ini terjadi peningkatan kerusakan pada DNA dan kerusakan pada ekspresi gen.Dari sindrom penuaan yang premature ini terlihat bahwa terjadinya mutasi bukan seluruhnya pada sel, tetapi terjadi mutasi pada gen-gen yang bertanggung jawab pada proses replikasi, perbaikan, dan transkripsi dari dari seluruh gen.

2.1.9Anti Aging (Anti Penuaan)

Pada penderita proses penuaan yang prematur terapi yang maksimal belumlah dijumpai, namun dengan diketahuinya bahwa adanya enzim telomerase yang menghambat pemendekan telomere ini,maka para ilmuwan masih berusaha untuk membentuk suatu substrat yang bekerja seperti enzim telomerase tersebut. Namun penghambatan proses penuaan pada sel-sel yang normal telah banyak ditemukan dengan munculnya produk-produk anti aging. Dugaan bahwa radikal bebas tersebar dimana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan baker pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olahraga yang berlebihan, menyebabkan tidak ada pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi banyaknya radikal bebas tersebut adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan. Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia seperti senyawa fenolik. Senyawa fenolik ini banyak dijumpai pada sayuran, buah-buahan, rempah-rempah dan sebagainya yang merupakan konsumsi makanan kita sehari-hari. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh.Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan.
Beberapa vitamin sebagai antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan, yaitu:
a.       Vitamin A
Vitamin A memiliki sifat antioksidan yang hebat yang membantu mencegah keriput dan tanda-tanda penuaan lainnya. Anti-oksidan mencegah kerusakan pada sel-sel, yang disebabkan oleh radikal bebas dan produk sampingan dari metabolisme. Radikal bebas terus dihasilkan dalam tubuh, maka harus ada kelangsungan penyediaan anti-oksidan. Namun, vitamin A membuat kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari, maka meningkatkan kerusakan akibat paparan. Untuk menghindari hal ini, vitamin A harus selalu digunakan dengan kombinasi sunblock untuk mencapai yang lebih baik dari anti-agin.
b.      Vitamin B
Ketika bertambah tua, sebaiknya meningkatkan asupan vitamin B dalam tubuh. Kurangnya asam folat, vitamin B12 dan B6, meningkatkan kemungkinan penyakit jantung dan kehilangan memori. Ini adalah karakteristik khas dari penuaan, maka sebaiknya menambahkan vitamin ini dalam asupan makanan dapat memperlambat proses penuaan. Asupan harian vitamin B6 untuk orang diatas usia 40 tahun, harus sekitar 5 mg sedangkan vitamin B12 harus sekitar 10 mg.
c.       Vitamin C
Vitamin C banyak ditemukan di kulit, serta sayuran tertentu dan buah-buahan. Vitamin C ini terutama berkaitan dengan memperbaiki sel yang rusak. Ini mencegah pertumbuhan berlebihan atau kanker dari sel-sel, sehingga mengurangi penuaan. Sintesis vitamin C dilakukan di kulit, paparan sinar matahari atau polusi dapat secara drastis mengurangi jumlah vitamin C. Oleh karena itu, sebaiknyamenambahkan vitamin C dalam asupan makanan kita sehari-hari, seperti memakan buah yang mengandung banyak Vitamin C dan juga memakan sayuran.
d.      Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang paling bermanfaat untuk mengurangi tanda-tanda penuaan. Vitamin E melindungi membran sel dan meningkatkan fungsi enzim. Vitamin E juga membatalkan efek radikal bebas dan dengan demikian mencegah kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Vitamin E dapat dengan mudah ditemukan dalam produk anti kerut perawatan kulit topikal dan memberikan yang terbaik efek anti-penuaan. Asupan harian 400mg vitamin E meningkatkan tekstur kulit, mengurangi keriput dan kerusakan akibat paparan sinar matahari.
e.       Vitamin K
Vitamin K adalah vitamin yang larut lemak dan sangat berguna dalam menyembuhkan gangguan terkait tulang, yang berakibat dari penuaan. Hal ini juga mengurangi jantung dan pembuluh darah terkait penyakit. Vitamin K efektif dalam menyembuhkan gangguan seperti,
1)       Pukulan
2)       Penyakit Alzheimer
3)       Penyempitan pembuluh nadi
4)       Osteoporosis
Vitamin anti-penuaan yang pasti efektif dalam menunda proses penuaan. Namun, vitamin tersebut harus dikonsumsi dalam jumlah yang tepat atau tertentu saja. Efektivitas aplikasi topikal dari beberapa vitamin anti-penuaan dan mineral masih menjadi isu dipertanyakan. Namun, menggabungkan vitamin ini dalam asupan makanan harian adalah metode terbaik untuk mengkonsumsi vitamin ini. Selain itu, dapat juga mengkonsumsi suplemen vitamin komersial, mengingat meningkatnya kebutuhan tubuh untuk vitamin ini.

2.2Hubungan Usia dengan Penyakit

Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Dunia. Menurut World Health Organization (WHO), terdapat hampir sekitar 17 juta orang meninggal dunia akibat penyakit degeneratif setiap tahun (Depkes RI, 2005). Penyakit degeneratif merupakan jenis penyakit non-infeksi yang disebabkan oleh menurunnya fungsi sel, jaringan dan organ sejalan dengan bertambahnya usia manusia.
Penyakit degeneratif terjadi karena adanya proses penuaan, biasanya terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Sehingga apabila seseorang semakin meningkat usianya, dapat dipastikan resiko terkena penyakit degeneratif semakin tinggi pula. Berikut ada beberapa contoh penyakit degeneratif yang dialami sebagian besar masyarakat Indonesia.
1.      Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglisemia) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Kadar gula darah dikatakan normal jika berada pada ≤200 mg/dl atau ≤125 mg/dl (saat puasa). 
Pada umumnya, gejala yang dialami penderita diabetes yaitu: cepat merasa lapar dan haus, sering buang air kecil terutama pada malam hari, gampang lelah, sering merasa mengantuk, penglihatan kabur, sering kesemutan terutama pada kaki dan tangan, penurunan berat badan dengan cepat, jika terkena infeksi lama sembuh, dsb. Adapun faktor pemicu diabetes, di antaranya: keturunan, kegemukan, hipertensi, usia, gestational diabetes (bayi lahir > 4kg), angka triglycerid, level kolesterol tinggi, perokok, stress, dll.   
2.      Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi mediskronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah tinggi dapat dikatakan jika jumlah tekanan darahnya di atas 120/80 mmHg (dewasa), tentunya untuk ukuran bayi atau lansia (60+) akan berbeda lagi.  Beberapa penderita hipertensi mengaku bahwa mereka sering mengalami sakit kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi hari), serta vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam telinga), gangguan penglihatan atau pingsan sebagai gejala utamanya.
 Adapun faktor-faktor yang bisa meningkatkan resiko hipertensi yaitu: faktor keturunan, usia (semakin bertambah usia, elastisitas pembuluh darah akan berkurang sehingga cenderung mengalami penyempitan pembuluh darah), gender (hingga usia 45, pria lebih beresiko mengalami tekanan darah tinggi. Pada usia 45 hingga 64, baik pria maupun wanita memiliki tingkat resiko yang sama, tetapi pada usia di atas itu (64+), wanita lebih beresiko), kurang olahraga, pola makan, berat badan berlebih, minum minuman beralkohol, stres, dll.
3.      Kolesterol
Kolesterol adalah senyawa lemak berlilin yang sebagian besar diproduksi tubuh di dalam liver dari makanan berlemak yang kita makan. Kolesterol diperlukan tubuh untuk membuat selaput sel, membungkus serabut saraf, membuat berbagai hormon dan asam tubuh. Kolesterol tidak dapat diedarkan langsung oleh darah karena tidak larut dalam air. Untuk mengedarkannya, diperlukan molekul “pengangkut” yang disebut lipoprotein. Ada dua jenis lipoprotein, yaitu high density lippoprotein (HDL) dan low density lippoprotein (LDL). 
Kadar kolesterol dalam darah normal jika berada pada ≤200mg/dl, 200-239mg/dl (batas normal-tinggi), ≥240mg/dl (sangat tinggi, beresiko jantung koroner). Sebagian orang merasakan sakit kepala dan pegal-pegal sebagai gejala awal. Gejala ini muncul sebagai akibat dari kurangnya oksigen. Kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan aliran darah menjadi kental sehingga oksigen menjadi kurang.
Makanan yang banyak mengandung kolesterol dengan kadar lemak jenuh akan meningkatkan kadar kolesterol LDL (Low Density Lipoproteins), Trigliserida, dan Lp(a) dalam darah.  Lemak jenuh ini berasal dari daging dan produk olahan susu yang akan meningkatkan kadar kolesterol darah. Beberapa minyak tumbuhan juga diketahui memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi seperti minyak yang terbuat dari buah kelapa sawit. Selain pola makan yang tidak seimbang, faktor keturunan, kelebihan berat badan (obesitas), merokok serta jarang berolahraga merupakan penyebab utama kolesterol tinggi.
4.      Jantung Koroner & Stroke
Penyebab penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner. Hal ini disebabkan oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi. Fenomena tesebut akan mengurangi atau menghentikan aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrien ke jantung karena kurangnya aliran darah ke jantung.  Seperti halnya jantung, stroke juga erat kaitannya dengan gangguan pembuluh darah. Stroke terjadi karena adanya gangguan aliran darah ke bagian otak. Bila ada bagian otak yang kekurangan suplai darah secara tiba-tiba maka penderitanya akan mengalami gangguan persarafan sesuai daerah otak yang terkena. Bentuknya dapat berupa lumpuh sebelah (hemiparesis), gangguan bicara, gangguan rasa (sensasi) di kulit wajah, lengan atau tungkai.
Faktor resiko jantung koroner dan stroke, di antaranya: perokok berat, minum minuman beralkohol, hipertensi, kolesterol, obesitas, tingginya jumlah sel darah merah, diabetes melitus, obesitas, kurang olahraga, penyalahgunaan narkoba, etc. 

2.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral pada Lansia

Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun. Unsur gizi yang perlu memperoleh perhatian khusus adalah vitamin dan mineral. Konsumsinya yang memadai mempunyai dampak antipenuaan. Dan dianjurkan pula orang lansia mengikuti pola makan tertentu untuk menjaga kesehatannya, yaitu 50% karbohidrat, 20% protein, dan 20%-30% lemak.
Beberapa jenis vitamin yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan mempunyai dampak antipenuaan adalah beta karoten (provitamin A), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalalamin), asam folat, C, D, dan E (alfa tokoferol).
1.      Beta Karoten (pro vitamin A)
Beta karoten berfungsi melawan radikal bebas penyebab proses penuaan. Manfaatnya yang telah teruji adalah menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah penyumbatan arteri yang menyebabkan serangan jantung, menurunkan risiko terserang stroke, merangsang fungsi kekebalan tubuh, dan mencegah katarak.
2.      Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 dalam tubuh memiliki fungsi sebagai koenzim beberapa reaksi kimia, terutama metabolisme protein. Manfaatnya bagi usia lanjut adalah memperkuat fungsi kekebalan tubuh, menyehatkan pembuluh-pembuluh darah, serta memperbaiki fungsi otak. Penelitian menunjukkan bahwa penuaan mengubah metabolisme vitamin B6 dan karenanya meningkatkan kebutuhan vitamin B6. DRI meningkat dari 1,3 mg untuk dewasa muda menjadi 1,7 dan 1,5 mg secara berurutan, untuk lansia pria dan wanita lebih dari 50 tahun.
3.      Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Vitamin B12 merupakan unsur penting untuk meningkatkan kemampuan daya ingat. Bahkan bisa mengatasi persoalan kelainan saraf. Di samping itu, bekerja sama dengan asam folat memproduksi sel darah merah. Sebanyak 10% sampai 30% lansia lebih dari 51 tahun mengalami defisiensi vitamin B12 karena insufisiensi sekresi asam lambung yang terjadi sekunder akibat reaksi lambung, gastritis atropik, penggunaan obat yang menekan sekresi asam lambung , atau infeksi lambung oleh helicobacter pylori.
4.      Asam Volat
Di dalam tubuh asam folat berfungsi memproduksi sel darah merah dan dibutuhkan untuk sintesis asam amino. Hasil penelitian membuktikan kekurangan asam folat bisa menyebabkan demensia atau kepikunan. Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asam folat akan menurunkan risiko terserang kanker usus besar.
5.      Vitamin C
Vitamin C sangat bermanfaat untuk menghambat berbagai penyakit pada usia tua. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi.
6.      Vitamin D
Untuk mempertahankan kekuatan tulang dibutuhkan vitamin D di samping kalsium. Vitamin ini penting untuk membantu penyimpanan kalsium di dalam tulang serta mencegah penyakit tulang. Kekurangan vitamin D akan mengakibatkan rapuh tulang. Ini biasa terjadi pada orang lanjut usia yang kurang aktif. Vitamin D sangat unik karena tubuh akan menyintesisnya setelah cahaya matahari atau ultraviolet menyinari kulit. Kekurangan atau defisiensi vitamin D akan terjadi jika kurang memperoleh sinar matahari dan kurang mengonsumsi makanan sumber vitamin itu.Lansia beresiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D karena:
a.       Mereka cenderung mengonsumsi vitamin D kurang dari yang mereka perlukan. Hampir semua asupan vitamin D bersal dari makanan yang diperkaya seperti susu, tetapi banyak lansia mengonsumsi sedikit susu atau justru tidak mengonsumsi susu. Sereal, margarin, dan roti yang diperkaya memberikan jumlah vitamin D lebih sedikit.
b.      Pemajanan mereka terhadap sinar matahari terbatas yang sering terjadi karena ketidakmampuan fisik untuk keluar rumah.
c.       Metabolisme vitamin D beubah. Penuaan mengubah kemampuan kulit unuk menghasilkan vitamin D. Lansia lebih dari 65 tahun telah mengalami penurunan empat kali lipat dalam kapasitasnya menyintesisi vitamin D dibandingkan dengan orang dalam usia 20-30 tahun.
DRI untuk vitamin D meningkat dari 5µg untuk dewasa usia 31-50 tahun menjadi 10µg untuk lansia 51-70 tahun. Untuk individu lansia lebih dari 70 tahun DRI untuk vitamin D meningkat sampai 15µg.  
7.      Vitamin E
Vitamin E merupakan senjata ampuh melawan berbagai penyakit akibat penuaan. Di dalam tubuh vitamin ini berfungsi menghambat penyumbatan arteri, meremajakan arteri, mencegah serangan jantung, mengembalikan kekebalan tubuh, menghindari kanker, menunda katarak, memperlambat penuaan pada otak, dan membantu menghilangkan gejala-gejala artritis.
Sementara itu beberapa jenis mineral yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan mempunyai efek antipenuaan adalah kalsium (Ca), zat besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), magnesium (Mg), mangan (Mn), kromium (Cr), dan kalium (K).
8.      Kalsium (Ca)
Kalsium berfungsi menjaga kesehatan tulang dan gigi, menghambat, tekanan darah tinggi, mencegh kanker, dan melawan kolesterol. Lansia beresiko untuk mengalami defisiensi kalsium baik karena penurunan asupan kalsium dan penurunan absorpsi kalsium karena penuaan. Penelitian menujukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara defisiensi kalsium dan terjadinya osteoporosis, suatu penyakit tulang meatabolik yang dicirikan oleh keseimbangan kalsium negatif dan penurunan massa tulang. DRI untuk kalsium adalah 100 mg baik untuk pria dan wanita usia 35-50 tahun, untuk pria dan wanita usia 51-71 tahun dan mereka berusia lebih dari 70 tahun, meningkat sampai 1200 mg. Individu yang tidak dapat atau yang tidak mau mengonsumsi sedikitnya 8 gelas susu tiga kali sehari membutuhkan suplemen kalsium untuk menjamin asupan adekuat.
9.      Zat besi (Fe)
Zat besi diperlukan tubuh untuk pembentukan haemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida antara paru dan jaringan.Kekurangan zat besi pada usia lanjut bisa menyebabkan anemia karena bentuk sel ang kecil serta inti sel pucat karena kekurangan kromatin. Gejala anemia antara lain lemah, letih, mudah marah serta kehilangan konsentrasi. Zat besi dan vitamin C saling mendukung dalam mempertahankan kesehatan tubuh. Vitamin C membantu tubuh menyerap zat besi yang bersumber dari tumbuhan. Data fisiologik (seperti berhentinya pertumbhan dan menstruasi) dan ukuran simpanan zat besi tubuh pada lansia menunjukkan bahwa kebutuhan zat besi paling rendah pada lansia. RDA untuk zat besi pada wanita menurun dari 15 mg pada usia 25-30 tahun sampai 10 mg pada usia 51 tahun dan lebih.
10.  Seng (Zn)
Seng dibutuhkan tubuh untuk melawan infeksi, memperbaiki jaringan tubuh, serta mencegah gangguan prostat dan ketidaksuburan atau infertilitas. Sehubungan dengan proses penuaan mineral ini dapat mengembalikan fungsi kekebalan dan melawan radikal bebas. Seng juga dapat kembali mengaktifkan kelenjar thymus untuk memproduksi hormon timulan yang berfungsi merangsang produksi sel T. Di samping itu, meningkatkan produksi interleukin-1 yang mempunyai fungsi sama dengan hormon timulan (Emma S Wirakusumah, 2002).
11.  Selenium (Se)
Selenium memiliki kemampuan antioksidan yang berpengaruh terhadap proses penuaan dan menjaga elastisitas jaringan tubuh. Mineral ini juga berperan sebagai faktor esensial pada enzim glutation peroksidase yang berfungsi mereduksi peroksida untuk mencegah pembentukan radikal bebas. Selenium bisa menurunkan risiko terserang penyakit jantung, kanker, penurunan kekebalan tubuh, dan infeksi virus.
12.  Magnesium (Mg)
Magnesium disebut-sebut sebagai ''mineral awet muda''. Kekurangan mineral ini menyebabkan kemunculan tanda-tanda penuaan lebih dini. Di dalam tubuh magnesium berfungsi memperkuat tulang, melawan radikal bebas, menyehatkan jantung, menurunkan tekanan darah, dan mencegah diabetes. DRI magnesium untuk pria dan wanita tetap konstan selama masa lansia. Namun, banyak lansia mengonsumssi jumlah yang kurang dari yang dianjurkan, dan asupan magnesium cenderung menurun pada populasi lansia. Penuaan yang menurunkan absorpsi magnesium dan meningkatkan ekskresi magnesium lewat perkemihan. Karenanya lansia beresiko mengalami defisensi magnesium. Sumber dietnya mencakup gandum, sayuran hijau, dan kacang-kacangan yang dikeringkan.
13.  Mangan (Mn)
Mangan berfungsi untuk aktivitas sistem saraf pusat yang normal, memperbaiki daya ingat, memperlancar metabolisme lemak dan karbohidrat, serta untuk integritas jaringan kartilago dan tulang.
14.  Kromium (Cr)
Kromium di dalam tubuh memiliki fungsi meningkatkan efektivitas insulin dalam memproses gula sehingga dapat menjaga kadar normal glukosa dalam darah, metabolisme lemak, menurunkan kolesterol darah, dan meningkatkan produksi hormon antitua atau dehydroepiandrosterone (DHEA).
15.  Kalium (K)
Mineral kalium bersama-sama natrium (Na) berfungsi menjaga keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah untuk kontraksi otot, mengirim oksigen ke otak, dan menjaga kestabilan tekanan darah.
16.  Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan  kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 2300 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1900 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.
Berikut ini Merupakan tabel kebutuhan nutrisi lansia untuk nutrien tertentu:
Nutrien
RDA
DRI
Usia 25-50 thn
Usia ≥ 51 thn
Usia 31-50 thn
Usia 51-70 thn
Usia ≥ 70 thn
Kalori
Pria
2900
2300
Wanita
2200
1900
Protein (g)
Pria
63
63
Wanita
50
50
Zat Besi (mg)
Pria
10
10
Wanita
15
10
Kalsium (mg)
Pria
1000
1200
1200
Wanita
1000
1200
1200
Magnesium (mg)
Pria
420
420
420
Wanita
320
320
320
Vitamin D (µg)
Pria
5
10
15
Wanita
5
10
15
Vitamin B 12 (µg)
Pria
2,4
2,4*
2,4*
Wanita
2,4
2,4*
2,4*
Vitamin B 6 (µg)
Pria
1,3
1,7
1,7
Wanita
1,3
1,5
1,5
Ket :RDA, recommended dietary allowence, DRI, dietary reference intake
               Begitu penting peran vitamin dan mineral dalam menunjang upaya tetap aktif, kreatif, dan produktif di usia lanjut atau 50 tahun ke atas sehingga kehadirannya perlu diperhatikan dalam gizi.Bahan makanan yang mengandung vitamin dan mineral cukup banyak, baik buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, daging, susu dan produk susu, telur, hati, dan sebagainya.Agar kebutuhan atas vitamin dan mineral tercukupi jangan segan-segan konsultasi dengan dokter atau ahli gizi.
               Di samping itu, kini telah diproduksi suplemen khusus yang mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh pada usia 50 tahun ke atas.Konsumsi atas suplemen tersebut bisa dilakukan dengan pertimbangan vitamin dan mineral dalam bahan makanan seringkali rusak atau berkurang kandungannya setelah melalui proses pengolahan, pemasakan, penyimpanan, dan sebagainya.
               Orang-orang lanjut usia kadang-kadang juga menghadapi masalah perubahan nafsu makan akibat penurunan fungsi pencernaan termasuk gigi, daya kecap dan penciuman, serta pengosongan lambung yang berlangsung lebih lambat.Akibatnya asupan gizi berkurang sehingga kemungkinan besar kebutuhan vitamin dan mineral dari makanan tidak akan mencukupi. Untuk itulah suplemen khusus dihadirkan, tentu sebelum memanfaatkan perlu konsultasi dengan dokter.

2.4 Anoreksia

Anoreksia dapat diartikan sebagai berkurangnya asupan makanan yang terutama disebabkan oleh hilangnya nafsu makan. Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Anoreksia geriatric adalah tidak adanya selera makan pada lansia berusia >60 tahun atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Haltersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor fisiologis, patologis, lingkungan, dan psikologis pada geriatri. Adanya anoreksia geriatri dalam jangka panjang akan berefek pada terjadinya malnutrisi yang disebabkan oleh asupan diet yang tidak mencukupi.
Status gizi pada lansia sering terjadi penurunan (malnutrisi), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Perubahan fisiologis
Penurunan fungsi fisiologis pada lansia merupakan hal yang terjadi secara alami seiring dengan pertambahan usia. Penurunan ini meliputi perubahan kemampuan lansia dalam merespon rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Perubahan fungsi anatomi dan fisiologis sistem panca indera dan sistem pencernaan memiliki hubungan erat dengan penurunan status gizi. Perubahan tersebut menyebabkan lansia tidak menikmati makanan dengan baik. Selain perubahan fisiologis, penggunaan gigi palsu yang tidak tepat akan memberikan rasa sakit dan kurang nyaman ketika mengunyah. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan asupan nutrisi berkurang sehingga berakibat pada penurunan status gizi lansia.
Ada juga yang mengatakan bahwa perubahan fisiologi yang menyebabkan menurunnya asupan makanan pada lansia adalah perubahan system gastroinstinal, antara lain:
a.       Rongga mulut:
1)      Tanggalnya gigi. Dengan hilangnya gigi mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung vitamin A, C dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi
2)      Sekresi air ludah (saliva) berkurang. Hal ini mengakibatkan pengeringan rongga mulut Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh.
b.      Esofagus
Gangguan menelan akibat gangguan neuromuscular, seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot menebal
c.       Lambung
Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat gizi berkurang dan produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna makanan. Selain itu, lapisan lambung menipis, sekresi HCL dan pepsin berkurang akibatnya   penyerapan vitamin B12 dan zat besi menurun. Secara umum karena terjadinya penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan dapat mengganggu penyerapan vitamin dan mineral akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro.
d.      Usus: Berat total usus halus berkurang, peristaltic melemah, penyerapan kalsium dan zat besi menurun.
2.      Status ekonomi
Masa pensiun yang dialami lansia akan berdampak salah satunya pada keadaan keuangan keluarga. Kondisi keuangan keluarga yang menurun secara tidak langsung berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas asupan zat gizi. Apabila hal ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan lansia mengalami gizi kurang.
3.      Psikologis
Demensia atau orang awam menyebutnya “pikun” diderita sebagian kecil lansia di atas 65 tahun dan semakin meningkat sekitar 20% pada usia 80 tahun. Manifestasi “pikun” di antaranya disorientasi, kecemasan dan kegelisahan. Manifestasi tersebut dapat menurunkan asupan makanan dan perubahan aktivitas fisik sehingga bila berlangsung dalam jangka waktu lama akan menyebabkan penurunan status gizi
4.      Status Kesehatan
Status kesehatan dan status gizi saling berhubungan erat satu sama lain. Meningkatnya penyakit infeksi, penyakit degeneratif dan non degeneratif serta masalah kesehatan gigi-mulut merupakan bagian dari status kesehatan yang berperan dalam perubahan status gizi. Kondisi tersebut dapat mengubah cara makan sehingga mempersulit asupan nutrisi. Efek samping mengonsumsi obat-obatan sistemik mengakibatkan lansia mengalami penurunan selera makan, mulut kering, perubahan pada indera pengecap, mual dan muntah. Apabila berlangsung lama dapat menyebabkan penurunan asupan nutrisi yang pada akhirnya menyebabkan lansia kekurangan gizi.

2.5 Obesitas

2.5.1 Definisi

Obesitas  adalah  kelebihan  lemak  dalam  tubuh,  yang  umumnya ditimbun  dalam  jaringan subkutan  (bawah  kulit),  sekitar  organ  tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007).
Obesitas  merupakan  keadaan  yang  menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam  tubuh  sehingga  terjadi  kelebihan  berat  badan  yang  melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).
Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya (Misnadierly, 2007).
Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan.  Perhatian  lebih besar  mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari  keluarga  obesitas,  berjenis  kelamin  wanita,  pekerjaan  banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, serta emosionalnya labil.
Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda.Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak; kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
1.      Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
2.      Faktor lingkungan.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
3.      Faktor psikis.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak.Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan,agitasi dan insomnia pada malam hari.
4.      Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
- Hipotiroidisme
- Sindroma Cushing
- Sindroma Prader-Willi
- Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
5.      Obat-obatan
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.
6.      Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
7.      Aktivitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.

2.5.2 Mekanisme Obesitas terkait dengan Mineral

Selain peningkatan risiko asma, riset juga menunjukkan kelebihan berat badan berefek pada penurunan kepadatan mineral tulang. Terutama pada anak penderita asma yang semasa kecilnya menggunakan obat hirup corticosteroid. Untuk membuktikannya dilakukan pemeriksaan yaitu berupa pengukuran bone mineral density (BMD) dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DXA) dan peripheral quatitative computed tomography (pQCT). Setelah dilakukan riset, hasilnya yaitu penderita asma yang melakukan pengobatan dengan obat hirup mengalami menimbunan obat hirup sebanyak 517 miligram. Timbunan tersebut berhubungan dengan menurunnya kepadatan mineral tulang yang diukur dengan DXA atau pQCT.

2.5.3 Mekanisme Obesitas terkait dengan Vitamin

Hubungan berbanding terbalik antara berat badan berlebih dengan kurangnya jumlah vitamin D. Vitamin D memiliki peranan yang sangat penting bagi kesehatan sel, penyerapan kalsium dan fungsi kekebalan tubuh yang seimbang. Kekurangan vitamin D dapat meningkatkan resiko tulang rapuh dan kanker jenis tertentu.
Para peneliti juga mengungkapkan bahwa orang yang kelebihan berat badan memiliki kemungkinan mengalami masalah dalam memproses vitamin dalam tubuhnya secara tepat. Selain itu, penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah 'sunshine vitamin' diserap oleh tubuh (baik melalui radiasi sinar matahari atau pengonsumsian jenis makanan seperti ikan dengan kandungan lemak tinggi dan susu bervitamin), maka tubuh kemudian akan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat difungsikan tubuh, yaitu 1,25-dihydroxyvitamin D. N. Proses ini akan terjadi lebih singkat pada orang-orang obesitas karena adanya permasalahan dalam pembentukan vitamin D tersebut.

2.6 Penurunan Kognitif Terhadap Kebutuhan Vitamin Dan Mineral

Pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik uga sering mengalami fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness) bentuk gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari seseorang.
Jenis kelamin juga mempengaruhi penurunan kognitif, wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormone seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan di area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, sperti hipokampus. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkiakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas amyloid pada pasien Alzheimer.
Factor makanan juga mempengaruhi fungsi kognitif. Kekurangan vitamin D sekitar 25-54% pada orang berusia 60 keatas dan 74% ditemukan pada penderita Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme vitamin D yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama vitamin D adalah sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet saja tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil penelitian tentang vitamin D dalam fungsi otak adalah adanya reseptor vitamin D pada hippocampus dan merupakan pelindung dari saraf vitro. Salah satu factor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penurunan pada struktur otak, meliputi penurunan substansia putih abu-abu di lobus prefontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hipertensitas substansia putih di lobus frontalis. Angina pectoris, infark miokardium, penyakit jantung coroner dan penyakit vascular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif.
Vitamin dan mineral merupakan salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh, walaupun dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil tetapi zat mikro ini sangat berpengaruh terhadap tubuh manusia mulai dari anak-anak sampai lansia. Kekurangan sebagian vitamin dan mineral terjadi juga pada lansia, beberapa penelitian membuktikan terjadinya kekurangan vitamin B6, B12, D dan asam folat. Kekurangan vitamin B6 dikarenakan rendahnya asupan dan kebutuhan akan zat ini lebih tinggi. Sedangkan vitamin b12 dan asam folat mengalami kekurangan karena asupan yang kurang dan adanya gangguan penyerapan (malabsorpsi). Agar ingatan tetap baik dan system saraf bagus, harus banyak makan makanan yang mengandung vitamin B6, B12, dan asam folat. Kekurangan vitamin D karena kurangnya frekuensi lansia terpapar matahari, asupan yang rendah, dan sintesis yang menurun akibat usia tua. Factor yang berhubungan status kognitif akibat vitamin dan mineral
1.      Asupan Zat Gizi
Gizi dilihat sebagai salah satu factor untuk memperbaiki status kognitif. Banyak penelitian menunjukan bahwa stress oksidatif dan akumulasi radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang melampaui batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak berlebihan, hal ini dapat mempercepat proses degenerasi saraf. Beberapa zat gizi yang berpengaruh terhadap status kognitif antara lain:
a.      Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama energy bagi tubuh manusia. Sebagian akrbohidrat di dalam sirkulasi tubuh manusia sebagai glukosa. Sebagai sumber energy utama glukosa berperan penting dalam aktifitas organ, termasuk system saraf pusat otak.
b.      Protein
Protein merupakan bagian utama dari sel hidup dan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino. Kosentrasi beberapa asam amino dapat mempengaruhi keberadaan pentingnya precursor neurotransmitter di dalam otak.
c.       Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber energy, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, memelihara suhu tubuh dan sebagai pelumas. WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energy total. Asupan lemak berlebih dapat mengganggu kesehatan seperti kolestrol.
d.      Vitamin A
Peranan vitamin A berkaitan dengan dua hal meliputi mengontrol diferensiasi sel kompleks vitamin A masuk ke dalam nucleus sehingga mempengaruhi DNA. Oleh karena vitamin A berhubungan dengan penuaan, terutama pada penuaan otak, selain itu vitamin A juga dikenal sebagai antioksidan. Hubungan antara asupan vitamin A dari makanan dengan fungsi kognitif menunjukan hasil yang signifikan.
e.       Vitamin B12
Asupan vitamin B12 berpengaruh pada jaringan saraf karena salah satu fungsi vitamin B12 penting dalam fungsi normal metabolism jaringan saraf. Kekurangan vitamin B12 dapat menurunkan kemampuan kognitif. Vitamin B12 merupakan kofaktor dua jenis enzim pada manusia yaitu metionin sintetase dan etilmalonil-KoA. Rekasi metilmalonil-KoA mutase terjadi dalam mitokondria sel dan menggunakan deoksiadenosilkobalamin sebagai kofaktor. Reaksi ini metilmalonil-KoA menjadi suksinil-KoA. Reaksi-reaksi ini diperlukan untuk degradasi asam propionate dan asam lemak rantai ganjil terutama dalam system saraf, diduga gangguan saraf pada kekurangan vitamin B12 disebabkan gangguan aktivitas enzim ini.
Peneltian pada medical Research Council’s (MRC) Cognitive Function and Ageing Study (CFAS) melaporkan bahwa defisiensi vitamin B12 pada lansia berhubungan dengan fungsi kognitif dan rendahnya nilai kemampuan bahasa dan ekspresi. Pada penelitian ini menunjukan status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan lebih cepatnya penurunan fungsi kognitif. Defisiensi vitamin B12 dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan system saraf yang tidak dapat diperbaiki dan akhirnya dapat menyebabkan kematian sel-sel saraf.
f.       Vitamin B6
Vitamin B6 berperan dalam bentuk fosforilasi PLP dan PMP sebagai koenzim terutama dalam transmisi, dekarboksilasi, dan rekasi lain yang berkaitan dengan metabolism protein. Sebagai koenzim fosforilase, PLP membantu pelepasan glikogen dari hati dan otot sebagai glukosa-1-fosfat. Pembentukan sfingopolida yang diperlukan dalam pembentukan lapisan myelin yang menyarungi sel-sel saraf yang memerlukan PLP.
Defisiensi vitamin B6 menimbulakn gejala-gejala yang berkaitan dengan gangguan metabolism protein seperti lemas, mudah tersinggung dan sukar tidur. Kekurangan lebih lanjut dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan gangguan fungsi motoric. Jika defisiensi vitamin B6 terus berlanjut dapat menimbulkan kerusakan pada system saraf.
g.      Vitamin C
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Vitamin C atau dikenal juga sebagai asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan seduksinya dan mampu bertindak sebagai antioksidan dalam rekasi-reaksi hidroksilasi. Selain itu vitamin C berperan memperlambat berkembangnya gangguan kognitif.
h.      Vitamin E
Antioksidan merupakan fungsi utama vitamin E, komponennya penting untuk mencegah perusakan otak karena reaksi oksidatif. Oleh karena itu vitamin dapat mencegah seseorang dari kemunduran fungsi kognitif yaitu dengan melindungi kerusakan jaringan saraf dari proses oksidatif.
Penelitian terakhir menunjukan asupan vitamin E yang tinggi pada usia lanjut dikaitkan dengan meingkatkan fungsi imun dan memperbaikinya status kognitif pada pasien dengan penyakit Alzheimer (Worthington Roberts dan Williams, 2000 dalam Almatsier, 2011)
i.        Zat Besi
Zat besi tau Fe mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh. Defisiensi Fe berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama fungsi system neurotrnasmiter. Hal ini menyebabkan kepekaan reseptor saraf dopamine berkurang dan reseptor tersebut akan hilang. Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu. Zat besi merupakan kofaktor penting dalam sintesis neurotransmitter dan myelination. Oleh karena itu Fe memilki peran penting pada proses perusakan atau pelemahan fungsi kognitif dan menurunnya kemampuan kerja.
j.        Asam Folat
Asam folat berperan dalam pembentukan DNA dan RNA. Kekurangan asam folat dapat menggangu metabolism DNA sehingga dapat menggangu kerja sel-sel dalam tubuh. Penelitian di Italia melaporkan bahwa kadar asam folat rendah berhubungan dengan akan meningkatkan resiko terjadinya risiko terjadinya demensia dan Alzheimer. Penelitian ini didukung laporan lain yang menyatakan bahwa asupan asam folat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif.
Pada orang lanjut usia, asam folat berperan mencegah terjadinya kepikunan serta penurunan memori ingatan pada otak. Penelitian telah membuktikan bahwa mereka yang mengkonsumsi asam folat setidaknya di usia 50 tahunan selama 3 tahun mampu mengimbangi mereka yang berusia 40 tahun dalam masalah ingatan pada sebuah tes di Belanda.
k.      Seng
Seng berkaitan dengan berbagai aspek metabolism. Peranan penting seng sebagai bagian integral enzim DNA polimerasi dan RNA polymerase yang diperlukan dalam sintesis DNA dan RNA. Kekurangan seng kronis dapat mengganggu system saraf pusat dan fungsi otak yang dihubungkan dengan fungsi Zn dalam struktur enzim antioksidan.

2.7 Osteoporosis

1. Definisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh. Arti osteoporosis secara harfiah adalah terjadinya keropos tulang membentuk porus-porus seperti spons. Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan sering terjadinya patah tulang (Ikawati, 2011).
WHO mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan T-scores. T-scores merupakan bilangan standar deviasi dari rata-rata densitas mineral tulang pada populasi muda normal. Massa tulang yang normal memiliki nilai T-score lebih besar dari -1, osteopenia memiliki nilai T-score -1 sampai -2,5, sedangkan osteoporosis memiliki nilai T-score kurang dari -2,5 (Dipiro et al, 2005).
Tulang yang terkena osteoporosis dapat patah (fraktur) karena cedera kecil yang biasanya tidak akan menyebabkan tulang patah. Fraktur tersebut dapat berupa retak/remuk, seperti patah tulang pinggul, atau patah (seperti pada tulang belakang. Bagian punggung, pinggul, rusuk, dan pergelangan tangan merupakan daerah umum terjadinya patah tulang akibat osteoporosis, meskipun fraktur osteoporosis dapat terjadi pada semua tulang rangka (Ikawati, 2011).
Patah tulang belakang dapat berimbas pada beberapa konsekuensi yang cukup serius, antara lain: menurunnya tinggi badan, rasa sakit pada punggung yang menyiksa, dan berubahnya bentuk tulang. Sedangkan patah tulang pinggul, terkadang dibutuhkan operasi lebih lanjut untuk penanganannya.

2.      Osteoporosis terhadap kebutuhan vitamin dan mineral

Pada dasarnya, nilai asupan nutrisi seseorang dengan kemungkinan untuk terjadinya osteoporosis pada dirinya merupakan sesuatu yang memiliki ikatan yang sangat erat sekali. Artinya, jika kita tidak memberi asupan nutrisi yang tepat baik dan tepat untuk mengatasi masalah osteoporosis baik yang berbentuk makanan, minuman maupun suplemen,maka kita tanpa sadar telah menempatkan diri kita pada suatu posisi yang beresiko besar untuk mengalami osteoporosis. Nutrisi yang kita butuhkan agar kita dapat menghindari terserang osteoporosis adalah kalsium serta vitamin D.
a.       KALSIUM
      Kalsium adalah mineral makro yang terdapat paling banyak di dalam tubuh yaitu 1,5 – 2 % dari berat badan orang dewasa, 99 % berada didalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Mineral makro ini mempunyai peranan penting dalam pembentukan tulang dan gigi serta mencegah penyakit osteoporosis, akan tetapi tanpa adanya vitamin D kalsium yang kita konsumsi tersebut tidak akan dapat meresap dan menyatu dengan tulang.
      Artinya, untuk dapat bermanfaat dalam memperkuat keadaan tulang kita, asupan keduanya harus cukup atau sesuai dengan yang dibutuhkan. Karena, walau jumlah kalsium yang kita konsumsi cukup memadai atau bahkan berlebihan, jika jumlah asupan vitamin D-nya tidak cujup memadai maka asupan kalsium tersebut akan menjadi sia-sia karena tidak akan terserap dengan baik, demikian juga sebaliknya. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Kalsium (Ca) adalah satu dari beberapa mineral yang berperan dalam pembentukan tulang dan sebanyak 99% kalsium di dalam tubuh berada di dalam tulang.
      Kalsium pada tubuh manusia berada dalam kontrol homeostasis dengan mengalami proses-proses seperti absorbsi, ekskresi dan sekresi dan penyimpanan dalam tulang untuk memelihara konsentrasi kalsium dengan jarak pengaturan yang ketat (1,1 – 1,3 mmol/l). Pengaturan konsentrasi kalsium plasma dilakukan melalui suatu sistem fisiologis lengkap yang terdiri dari interaksi hormon-hormon kalsitropik seperti hormone paratiroid, 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D3) dan kalsitonin dengan jaringan target khusus (ginjal, tulang dan usus) yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan masuknya kalsium ke dalam bagian ekstraseluler. Asupan kalsium mempengaruhi pencapaian massa tulang puncak dan juga zat ini dengan baik mampu untuk mempertahankan kalsium kerangka sepanjang kehidupan. Kalsium adalah zat gizi yang penting, yang melibatkan sangat banyak proses metabolis dan memberikan kekuatan mekanis pada tulang dan gigi. Homeostatis kalsium negative disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, penyerapan yang lemah atau pengeluaran yang berlebihan yang mengakibatkan kehilangan kalsium dari tulang dan selanjutnya dapat meningkatkan kejadian patah tulang. Dalam hal ini terdapat data secara epidemiologis yang menunjukkan adanya hubungan positif antara asupan kaslium dan kepadatan tulang.
      The National Academy of Sciences telah mengeluarkan suatu acuan khusus yang didasarkan pada jumlah usia, mengenai jumlah yang dibutuhkan oleh setiap orang akan kalsium maupun akan vitamin D sebagai berikut:
·         Anak-anak yang berusia 1 sampai 3 tahun 700 miligram (mg) kalsium per hari.
·         Anak-anak yang berusia 4 sampai 8 tahun 1.000 mg per hari.
·         Remaja 1.300 mg kalsium per hari.
·         Pria dewasa sampai berusia 70 tahun 1.000 mg per hari.
·         Pria dewasa yang berusia diatas 70 tahun 1.200 mg per hari. 
·         Wanita diatas 51 tahun 1.200 mg per hari.
Agar kalsium tersebut dapat diresap oleh tulang, The National Academy of Sciences menganjurkan agar setiap orang dari sejak usia 1 hingga 70 tahun mengonsumsi 600 international unit (IU) vitamin D per hari serta yang berusia diatas 70 tahun, 800 IU. Akan tetapi, dalam hal ini beberapa ahli osteoporosis menganjurkan agar setiap harinya dapat secara teratur mengonsumsinya antara 800 hingga 1.200 IU.
b.      VITAMIN D
Vitamin D adalah senyawa kimia yang sangat esensial yang walaupun jumlahnya sangat sedikit dalam tubuh namun sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan perkembangan sel-sel tubuh. Vitamin D sangat penting untuk riteri kalsium untuk membantu memineralisasi tulang. Diet mengandung vitamin D harus cukup untuk membantu mempertahankan proses remodeling tulang. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi dalam tubuh selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.  Vitamin D berperan penting dalam meregulasi keseimbangan kalsium, dan defisiensi vitamin D menyebabkan tidak adekuatnya mineralisasi tulang, seperti yang terlihat dalam riketsia (pada anak) dan osteomalasia (pada dewasa).
Menurut Siris, direktur dari The Toni Stabile Osteoporosis Center di Columbia University Medical Center, orang-orang tua yang kekurangan vitamin D akan menyebabkan dirinya menjadi mudah untuk terjatuh.Hingga, jika kita selalu mencukupi asupan vitamin D kedalam tubuh kita, selain akan meningkatkan kadar kalsium yang terdapat pada tulang kita juga akan menjadikan kita menjadi tidak mudah terjatuh, hingga semaksimal mungkin dapat menghindari terjadinya patah tulang.
Karena itu, untuk dapat memperkuat tulang serta mencegah mencegah osteoporosis, upayakan untuk mencukupi kebutuhan kalsium serta vitamin D kita, baik melalui makanan, suplemen maupun keduanya.







BAB 3. PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Penuaan adalah suatu proses yang menyebabkan atresi dan perburukan selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan viabilitas dan kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik mau pun juga oleh peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang rentang usia organisme.
Adanya penuaan (lansia) seringkali diiringi dengan adanya penyakit degeneratif yang merupakan jenis penyakit non-infeksi yang disebabkan oleh menurunnya fungsi sel, jaringan dan organ sejalan dengan bertambahnya usia manusia, misalnya DM, kolesterol, PJK dan sebagainya.
Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun. Unsur gizi yang perlu memperoleh perhatian khusus adalah vitamin dan mineral. Konsumsinya yang memadai mempunyai dampak antipenuaan. Dianjurkan pula orang lansia mengikuti pola makan tertentu untuk menjaga kesehatannya, yaitu 50% karbohidrat, 20% protein, dan 20%-30% lemak.
Anoreksia geriatric adalah tidak adanya selera makan pada lansia berusia >60 tahun atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Haltersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor fisiologis, patologis, lingkungan, dan psikologis pada geriatri.
Obesitas  adalah  kelebihan  lemak  dalam  tubuh,  yang  umumnya ditimbun  dalam  jaringan subkutan  (bawah  kulit),  sekitar  organ  tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan.  Perhatian  lebih besar  mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari  keluarga  obesitas,  berjenis  kelamin  wanita,  pekerjaan  banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, serta emosionalnya labil.
Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh. Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan sering terjadinya patah tulang. Gangguan ini dipengaruhi oleh konsumsi vitamin D dan kalsium.














DAFTAR PUSTAKA


Aging (life cycle), dari: http://en.wikipedia.org/wiki/aging process.
Aging Process, dari: http: //www.the rubins.com/aging/precess htm
Curriculum Module on the Aging Process, dari:http://en.wikipedia.org./wiki/aging process
4. Kumar V, Cotran R.S, Robbin S.L, Basic Pathology, 84. Kumar V, Cotran R.S,
Robbin S.L, Basic Pathology, 8th ed, Saunders, Philadelphia, 2007 ; 28-30
Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas, dari: http:// Berita Iptek online/2006/mengenal dan menangkal radikal bebas.htm.
Rubin E., Pathology: Clinicopathologic Foundations of Medicine, 4th edition,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia; 34-97. Underwood J.C.E, Patologi:Umum dan Sistemik, Edisi 2, EGC, Indonesia,
1999, 307-14
http://pengetahuan-base.net/vitamin-anti-aging.html                        
Gizi dalam kesehatan reproduksi / penulis, erna francin path, S.Sos, Yuyum Rumdasih, S.KM. M.Kes., Heryati, S.Kp, M.Kes. ; Editor Monica Ester. – EGC, 2004. ISBN 979-448-726-0.
http://www.eprints.undip.ac.id



http://Ewhi%20%20MINERAL%20MAKRO%20TERHADAP%20PEMBENTUKAN%20TULANG%20YANG%20HUBUNGANYA%20DENGAN%20PENYAKIT%20OSTEOPOROSIS.htm