Wednesday, May 21, 2014

Leptospirosis yang Disebabkan oleh Tikus


Analisis Kasus Leptospirosis yang Disebabkan oleh Tikus
(Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Rodent)

MAKALAH



Oleh :
Kelompok 5
Pengendalian Vektor dan Rodent Kelas C
Anggota :
Yayuk Andriana S                  122110101023
Dwi Yuli N. A. J                     122110101056
Qory Nabila F                         122110101087
Shella Olivia Mardani             122110101095
Nurika Amalia                         122110101108
Rina Dwi Anjani                     122110101131
Wahyu Arlansyah                   122110101149
Saraswati Iswara                     122110101171
Herdian Riskianto                   122110101180
Luluk Zilfi Bariqah                 122110101210


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2014



KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr.wb,
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya makalah tentang Analisis Kasus Leptospirosis yang Disebabkan oleh Tikus dapat tersusun setelah mengalami beberapa kali perbaikan. Pengetahuan kita akan wawasan memang sangat perlu untuk kita ketahui mengingat dengan bidang yang akan kita pelajari nantinya yaitu Pengendalian Vektor dan Rodent. Semoga ilmu pengetahuan dan informasi yang terkandung di dalam makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Apabila terdapat salah kata atau pengetikan kami minta maaf karena kesempurnaan hanya milik Allah dan kesalahan hanya milik kami.
Wassalamualaikum wr.wb






Jember,  April 2014

Penulis












DAFTAR ISI





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salah satu syarat tempat tinggal yang sehat adalah bebas dari rodent. Rodent merupakan binatang kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena selain mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit. Tikus merupakan rodent yang sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia. Tikus bukan hanya binatang pengerat yang merusak tanaman dan barang, akan tetapi tikus juga sebagai sumber penular dari beberapa penyakit, dan bukan hanya leptospirosis.  Tikus vector dari penyakit pes dari bakteri Yersinia pestis dapat menular melalui gigitan tikus; Salmonellosis dari bakteri salmonella melalui kontaminasi kotoran tikus yang terkontaminasi dengan makanan; Demam gigitan tikus dari bakteri Spirillum; Demam berdarah korea dari Hantavirus melalui kotoran, urine, cairan tubuh ataupun terkontaminasi langsung, dan lain sebagainya. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan. Selain menjadi penyebab penyakit, keberadaan tikus akan menggambarkan lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi penatalaksanaan/manajemen kebersihan lingkungan rumah yang kurang baik.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri lepstopira yang ditularkan oleh tikus. Manusia dapat terkena penyakit ini melalui luka terbuka dan terkena air yang terkontaminasi dengan kotoran ataupun kencing tikus.Penularan ini dapat pula melalui makanan atau minuman yang tercemar. Akibatnya bila seseorang terkena bakteri tersebut, kemungkinan besar seorang tersebut dapat meninggal.
Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira tergolong cukup tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun malah kematiannya bisa mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor 2007).
Salah satu daerah di Indonesia merupakan daerah endemik Leptospirosis yaitu di Guilan Provinsi di utara di Iran. Karena diagnosa Leptospirosis berdasarkan gejala klinis sangat sulit karena kurangnya karakteristik pathogonomic, dukungan laboratorium diperlukan. Angka kejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran Utara cukup tinggi terutama pada daerah Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769.
Di Kota Semarang kasus leptospirosis tercatat pada tahun 2007 (8 kasus), 2008 (178 kasus), 2009 (235 kasus), 2010 (71 kasus), dan 2011 (70 kasus). Jika dilihat dari persentase angka kematian terdapat kenaikan yakni pada tahun 2007 (13 persen), 2008 (empat persen), 2009 (lima persen), 2010 (delapan persen), 2011 (36 persen), 2012 (44 persen). (beritasatu.com)
Dari beberapa hasil penelitian tersebut diatas penulis mengangkat tema “Analisis Kasus Leptospirosis yang Disebabkan oleh Tikus” menjadi judul makalah untuk dianalisis lebih jauh mengenai mekanisme penularan penyakit leptospirosis dan cara pengendalian tikus dalam upaya mencegah timbulnya penyakit tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana solusi yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit kencing tikus yang  disebabkan oleh bakteri Leptospira sp di masyarakat Ambon?

1.3  Tujuan

1.      Mengetahui penyebab penyakit kencing tikus yang terdapat di Ambon.
2.      Mengetahui waktu kejadian penyakit tersebut.
3.      Mengetahui pihak yang harus bertanggungjawab atas permasalahan tersebut.
4.      Mengetahui penyebab hingga munculnya korban meninggal.
5.      Mengetahui solusi yang harus dilakukan agar terhindar dari penyakit tersebut.

1.4  Manfaat

Bagi penulis : dapat lebih memahami mata kuliah pengendalian vektor dan rodent khususnya pada bab pengendalian tikus serta upaya pencegahan penyakit yang disebabkan oleh tikus khususnya leptospirosis.
Bagi pembaca : dapat menambah pengetahuan mengenai rodent tikus sebagai penyebab leptospirosis dan upaya pencegahannya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Peranan Tikus sebagai Vektor Penyakit

2.1.1             Tikus
Tikus adalah jenis binatang pengerat yang perkembangbiakannya sangat cepat. Mereka bisa hidup antara 3 - 4 tahun. Pada umumnya 1,5 - 5 bulan tikus siap kawin. Seekor tikus betina bisa beranak antara 6 - 8 ekor dan yang hidup bisa 5 -6 ekor. Masa kehamilan tikus berkisar ± 21 hari dan dalam 1 tahun bisa sampai 4 kali melahirkan.Tikus mempunyai indra penglihatan yang kurang baik dan yang pasti tikus buta warna, tetapi alat pendengar, alat perasa, dan alat penciumannya sangat tajam. Untuk berjalan dan berlari tikus menggunakan sistem radar dengan menggunakan kumis dan bulunya. Tikus juga termasuk jenis rodent atau pengerat yang mempunyai 4 gigi taring yang sangat tajam yang bisa tumbuh sampai dengan 15 cm dan bila dibiarkan akan patah dan berakibat kematian secara tidak langsung. Maka secara alami tikus akan selalu mengerat atau mengasah giginya pada setiap barang yang dijumpainya seperti kayu,pipa,plastic,kabel listrik,kabel telpon dan sebagainya.
Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah kerugian ekonomis secara langsung dan merupakan vektor penyakit baik bagi manusia maupun binatang peliharaan. Bentuk kerugian yang ditimbulkan oleh tikus antara lain :
1.      Menyusut atau berkurangnya barang/komoditi.
2.      Kontaminasi : urine,kotoran,bulu,dan bangkainya.
3.      Merusak wadah,instalasi dan komponen bangunan.
4.      Merubah bau dan rasa barang yang diserang.
5.      Merupakan faktor penyebab penyakit tertentu (terutama pes dan leptospirosis)

Gambar : Morfologi tikus
                               
2.1.2             Kebiasaan dan habitat
            Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir di semua habitat. Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang dekat hubungnnya dengan manusia adalah sebagai berikut :
1.      R. Norvegicus
Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-benda keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb. Hidup dalam rumah, toko makanan dan gudang, diluar rumah, gudang bawah tanah, dok dan saluran dalam tanah/riol/got.
2.      R. ratus diardii
Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang ulung,menggigit benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon, tanaman yangmenjalar. Hidup dalam rumah tergantung pada cuaca.
3.      M. Musculus
Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang, menggigithidup didalam dan diluar rumah.

2.1.3             Hubungan Antara Tikus dengan Kesehatan Masyarakat
Tikus domestik dan binatang pengerat lain, karena distribusinya yang luas dan hubungannya dengan manusia, berpotensi menyebabkan penyakit yang penting. Penderitaan yang ditimbulkan akibat tikus ini mulai dari yang ringan berupa rasa tidak enak pada tempat bekas gigitan sampai keadaan yang serius, seperti typhoid murine fever, dan yang fatal seperti pes bubonic. Demam gigitan tikus, sesuai dengan namanya ditularkan ke manusia melalui gigitan binatang yang terinfeksi oleh binatang pengerat. Walaupun memiliki angka presentase kasus yang rendah, penyakit ini sering menjadi masalah kesehatan dibeberapa daerah perkotaan tempat ratusan orang, digigit oleh binatang pengerat setiap tahunnya.
Penyakit weil atau hemorrhagic jaundice mungkin ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi atau akibat kontak dengan tikus atau ekskreta tikus yang infeksius. Tikus dapat berperan dalam penularan berbagai macam penyakit seperti disentry amuba, cacing trichinosis, dan sebagainya.Tikus rumah (mus musculus) dikenal sebagai reservoid pada rickettsial poks dibaagian timur laut amerika dan diketahui dapat berperan sebagai reservoir penyakit pes.

Sejumlah penyakit yang dihubungkan atau ditularkan melalui pengerat, antara lain :
1.         Penyakit akibat bakteri. Contoh :Sampar atau pes, tularemia (demam kelinci) dan salmonellosis.
2.         Penyakit akibat virus. Contoh : Lassa fever, haemorragic  fever, dan ensefalitis.
3.         Penyakit akibat parasite. Contoh: Hymonelepis diminuta, leishamaniasis, amebiasis, trichinosis, dan penyakit chagas.
4.         Penyakit lain contoh: Demam gigitan tikus, leptospirosis, histoplamosis, dan ringworm (kurap)
Berikut beberapa  tipe kontak dengan tikus dan contoh penyakit yang ditularkan akibat kontak tersebut.
a.          Melalui gigitan tikus, misalnya rat bit fever
b.         Melalui kontaminasi pada makanan atau air, misalnya salmonellosis dan leptospirosis.
c.          Melalui pinjal tikus, misalnya pes.

2.2  Upaya Pengendalian Tikus

2.2.1             Pengendalian
a.    Biologi
Pengendalian tikus secara biologi adalah dengan memelihara predator alamiah pemangsa tikus. Predator pemangsa tikus yang paling umum dan lazim adalah kucing.Kelebihan metode ini adalah aman dan ramah lingkungan. Namun kekuranganya, tikus yang tertangkap relative sedikit dan biasanya menyisakan bangkai yang akan membusuk di tempat tak terjangkau.
b.    Mekanik
Adapun jenis dari metode mekanik ini adalah:
1)        Trapping
Metode trapping adalah metode penangkapan tikus melaluhi jebakan tikus berbentuk kurungan. Kurungan telah dirancang khusus untuk menangkap tikus dengan umpan didalamnya. Umumnya kurungan terbuat dari rajutan kawat aluminium atau stainless steal dengan ukuran 30x20x20 cm.
2)        Lem
Lem yang digunakan harus khusus tikus, kuat dan lengket. Lem juga harus yang tidak berbau, agar tikus tidak menjadi curiga. Lem bisa diletakan diatas papan kayu tipis dan diberi umpan ditengahnya.
3)        Penjepit tikus
Metode ini jarang digunakan karena harga relative mahal dan rentan terjadinya kecelakaan. Ketika memasang penjepit, bisa jadi tangan pemasang akan terkena jepitan dan terluka. Namun metode ini akan membunuh tikus sekali jepit, karena gerigi besi berduri yang tajam akan menjepit tubuh tikus.
4)        Rat proofing
Metode lain dari mekanik adalah rat proofing. Untuk mengendalikan tikus disuatu lokasi diupayakan agar lokasi tersebut tertutup dari celah yang memungkinkan tikus masuk dari luar. Tikus dapat leluasa masuk lewat bawah pintu yang renggang, lewat lubang pembuangan air yang tidak tertutup kawat kasa, lewat shaft yang tidak bersekat atau lewat jalur kabel telepon dan listrik dari bangunan yang tersambung disekitarnya.
5)        Sanitasi
Cara lain adalah dengan menjaga sanitasi rumah , ruangan atau tempat-tempat yang lain agar tetap bersih dan rapi. Tikus tidak enyukai tempat yang terang, bersih dan tertata rapi. Dengan hygine sanitasi yang baik, selain mencegah tikus bersarang dan berkembang biak, kita juga merasakan keuntungan estetika dan kesehatan.
6)        Penangkapan manual
Cara ini merupakan yang paling manual, karena dengan cara menangkap tikus secara langsung dengan mengejar atau memukul tikus dengan benda-benda tertentu hingga tikus tertangkap dan mati.
c.    Kimia
Metode lain dalam pengendalian tikus adalah rodentisida, yaitu bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan tikus,rodentisida yang digunakan adalah rodentisida antikoagulan yang mempunyai sifat :
1)       Tidak berbau dan tidak berasa.
2)       Slow acting yaitu membunuh tikus secara perlahan-lahan,tikus baru m ati setelah memakan beberapa kali.
3)       Tidak menyebabkan tikus jera umpan.
4)       Mematikan tikus dengan merusak mekanisme pembekuan darah
Jenis bahan aktif rodentisida adalah boadfakum, kumatetralil atau bromadiolone.Rodentisida atau anti coagulant beraksi dalam pembekuan darah merah, setelah tikus memakan racun ini menjadi lemah dan mengalami pendarahan, tiga hari kemudian sifat rakus tikus akan berkurang dan tikus akan mati. Untuk memastikan tikus mati diperlukan waktu 4 - 7 hari, dengan dosis 0,005 % dan dengan pemasangan umpan yang tidak menimbulkan kecurigaan dan pencemaran lingkungan serta relatif aman terhadap hewan bukan sasaran dan aman bagi manusia.Setelah tikus mati sebaiknya dimusnahkan dengan cara dikubur dalam tanah sedalam minimal 0,5 m.

2.2.2             Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Tikus
1.      Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan  Kesehatan Perumahan pada point 6 (vektor penyakit) menyatakan bahwa didalam rumah tidak diperbolehkan adanya tikus yang bersarang.
2.      Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002  tentang  Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja  Perkantoran dan Industri pada bab IX point A menyebutkan bahwa setiap ruang perkantoran harus bebas dari tikus.
3.      Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006  tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah pada Bab II point:
1)      Point 2a
“…atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan tikus”
2)      Point 10b
“Halaman sekolah harus selalu dalam keadaan bersih, tidak bocor dan tidak menjadi tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainya.
Pada Bab III point:
1)      Point 5a
“Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup (terlindung dari lalat ata binatang lain dan debu)
2)      Point 5c
“Tempat penyimpanan makanan yang dijual pada warung sekolahan/kantin harus selalu terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, terlindungi dari debu, terhindar dari bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain”
4.      Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 menyebutkan bahwa fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia antara lain sarana air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari pakaian kerja (locker), peralatan pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya serta peralatan kebersihan
5.      Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 519/MENKES/SK/VI/2008 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat menyatakan bahwa:
1)      tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya,seperti : lalat, kecoa, tikus, nyamuk.
2)      Pada los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa dan tikus
3)      Pada area pasar angka kepadatan tikus harus nol
4)      Dilakukan penyemprotan lalat, nyamuk, kecoa dan tikus secara berkala minimal 2 kali setahun
6.      Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 426/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Risiko Kesehatan Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan.

2.3  Leptosirosis

2.3.1        Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia dan sebagian besar terdapat di negara-negara tropis. Berbagai area/negara/benua yang dikenal memiliki insiden tertinggi Leptospirosis yaitu Afrika, India, Cina, Amerika Tengah, Brasil, Karibia, Asia Tenggara, dan Rusia Selatan. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul dikarenakan banjir.
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh spirochaetes dari patogen Leptospira yang berbentuk spiral dan bergerak aktif. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003). Penyakit ini mempengaruhi berbagai host termasuk spesies manusia, domestik dan spesies hewan liar. Penyakit ini sering salah didiagnosis sebagai influenza, meningitis aseptik, ensefalitis, demam berdarah, hepatitis, atau gastroenteritis.
Infeksi  dalam bentuk subakut tidak begitu memperlihatkan gejala klinis, sedangkan pada infeksi akut  ditandai dengan gejala sepsis, radang ginjal interstisial, anemia hemolitik, radang hati, dan keguguran. Leptospirosis pada hewan biasanya subklinis. Dalam keadaan ini, penderita tidak menunjukkan gejala klinis penyakit . Leptospira bertahan dalam waktu yang lama di dalam ginjal hewan sehingga bakteri akan banyak dikeluarkan hewan lewat air kencingnya. Leptospirosis pada hewan dapat terjadi berbulan-bulan sedangkan pada manusia hanya bertahan selama 60 hari. Manusia merupakan induk semang terakhir sehingga penularan antarmanusia jarang terjadi. 
Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 10 juta orang diperkirakan terserang Leptospirosis setiap tahun. Tingkat kematian penyakit ini sulit untuk dihitung, karena Leptospirosis cenderung terjadi di beberapa bagian dunia dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat mendasar yang tidak secara rutin melaporkan banyak penyebab kematian.Perubahan iklim, termasuk meningkatnya kejadian banjir di seluruh dunia, membuat kemungkinan kejadian Leptospirosis global akan meningkat. WHO percaya angka kematian Leptospirosis mungkin antara 5% sampai 25% dari pasien yang terinfeksi. Ini tidak berarti bahwa orang yang terinfeksi dengan akses ke pelayanan kesehatan yang tepat memiliki risiko kematian yang sama.

2.3.2        Sifat bakteri
1.   Berkembang baik pada suhu 28 derajat Celcius - 30 derajat Celcius, pH tanah netral.
2.   Aerobik, motil (dapat bergerak).
3.   Bersifat gram negatif, berbentuk batang berpilin.
4.   Habitat Leptospira yaitu pada air yang tergenang dan air yang mengalir lambat.
5.   Bakteri Leptospira mati dengan:
a. Pemanasan suhu 50 derajat Celcius selama 10 menit atau 60 derajat Celcius selama kurang dari 1 menit.
b.Pada kondisi tanah yang kering.
Jika terkena bahan kimia atau dimakan oleh fagosit, bakteri ini kopals menjadi berbentuk kubah dan tipis. Pada kondisi ini, Leptspira tidak memiliki aktifitas patogenik.

2.3.3        Mekanisme Penularan
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin(air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan. Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir. Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi.
Beberapa hewan lain seperti sapikambingdombakudababianjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus.
Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita ke penderita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan). Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi.
Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-barang yang telah tercemar urin penderita, misalnya alas kandang hewan, tanah, makanan, minuman dan jaringan tubuh. Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan karena selokan banyak tercemar bakteri Leptospira. Umumnya penularan lewat mulut dan tenggorokan sedikit ditemukan karena bakteri tidak tahan terhadap lingkungan asam.
Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati 

2.4  Pencegahan

Sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan dapat tercemar kuman dari binatang piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar.Hindari kontak dengan kencing binatang piaraan.Biasakan memakai alat pelindung diri, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim.Selalulah membasuh tangan sehabis menangani binatang, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.Kebersihan lingkungan, khususnya rumah, harus dilakukan secara terus menerus. Jangan memberi kesempatan tikus berkembang biak di dalam rumah. Bahkan tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya.
Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.Menghindari pencemaran oleh tikus.Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus Meningkatkan penangkapan tikus.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Berita

Ambon (ANTARA News) - Masyarakat di Ambon, ibu kota Provinsi Maluku bagaikan terkena musibah yang diungkapkan pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga".
Betapa tidak, pasca-bencana banjir maupun longsor yang merengut nyawa belasan warga Kota Ambon hingga Agustus lalu. Ternyata pada September 2013 dihadapkan dengan penyakit kencing tikus (Leptospirosis).
Keluarga penderita dibuat pusing dengan gejala penyakit yang baru merambah Kota Ambon karena selama ini belum diisosialisasi Dinas Kesehatan maupun pihak-pihak berkompoten peduli terhadap sektor kesehatan.
Upaya penanganan ditempuh dengan memeriksakan anggota keluarga tertular penyakit tersebut di RSUD dr.M. Haulussy di kawasan Kudamati, kecamatan Nusaniwe.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, selanjutnya didiagnosa tim medis barulah terungkap tertular penyakit kencing tikus sehingga harus menjalani perawatan intensif.
Dirut RSUD dr.M. Haulussy, dr Sri Ananta, membenarkan, tiga orang dari 15 penderita penyakit kencing tikus yang dirawat hingga 30 September 2013 meninggal dunia.
Sri Ananta yang didampingi Kabid Pelayanan dr.M. Haulussy Ambon, dr Iriani Sutiksno menyarankan penderita yang mengalami gejala tertular penyakit tersebut segera dibawa ke rumah sakit agar dokter melakukan diagnosa, selanjutnya para medis melakukan penanganan secara teratur.
"Jangan menunggu sampai penderita tergolong parah barulah dibawa ke rumah sakit," katanya.
Prihatin
Legislator Kota Ambon Jhon E. Maitimu memprihatinkan penyakit kencing tikus saat ini merambah daerah ini dengan tiga penderita telah meninggal.
"Penyakit ini baru ramai dibicarakan masyarakat dua bulan terakhir ini dan ternyata tiga penderitanya telah meninggal sehingga harus menjadi perhatian serius Pemkot Ambon dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SPD) teknis," katanya.
Karena itu, Dinas Kesehatan, baik Kota Ambon maupun Maluku harus melaksanakan sosialisasi soal penyakit tersebut sehingga masyarakat mengetahui pencegahan, gejala dan penanganannya sehingga tidak bertambah korban jiwa.
"Rasanya penyakit ini tergolong baru tertular di Kota Ambon dan harus disosialisasikan sehingga bisa diantisipasi sejak dini korbannya," ujar Jhon.
Politisi dari Partai Gerindra itu mengingatkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy dan Wakil Wali Kota Sam Latuconsina terhadap penularan penyakit ini ke depan dengan penanganan sesuai misi keduanya yakni "Ambon bersih di siang hari".
"Kota Ambon telah dianugrahi adipura oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, citra terkait kebersihan itu jangan ternodai dengan penyakit kencing tikus yang penularannya juga melalui air," tegasnya.
Apalagi, Kota Ambon saat ini dalam tahapan setelah banjir akibat musim hujan sejak akhir Mei - Agustus 2013 sehingga penularan penyakit kencing tikus harus diantisipasi.
Bersihkan lingkungan
Kadis Kesehatan Maluku Ike Pontoh mengingatkan masyarakat agar membersihkan lingkungan untuk mengantisipasi penularan penyakit kencing tikus (Leptospirosis).
"Harus dilakukan pembersihan lingkungan agar jangan sampai sampah - sampah menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang menjadi penular penyakit tersebut," katanya.
Karena itu, masyarakat hendaknya mewaspadai kencing atau kotoran hewan tikus.
"Upaya antisipasi lebih baik dari pada tertular barulah diobati karenanya langkah awal adalah memelihara kebersihan lingkungan," ujarnya. 
Dia mengakui belum mendapatkan informasi terkait penularan penyakit leptospirosis. Begitu pun kemungkinan penyakitnya telah merambah sembilan Kabupaten dan Kota Tual.
"Pembuktian penyakit leptospirosis harus ada pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosa dokter," ujar Ike.
Sedangkan, Kadis Kesehatan Kota Ambon, Threesye Tory, menyatakan, penyakit kencing tikus berasal dari kencing atau kotoran hewan tikus, harus diantisipasi sejak dini kepada warga agar tidak menimbulkan penderita baru bahkan korban jiwa.
Kasus penyakit kencing tikus merupakan kasus pertama terjadi di Kota Ambon sehingga perlu penanganan khususnya di lokasi tempat tinggal tiga penderita yang meninggal dunia.
Tiga penderita adalah warga kelurahan Kudamati, kecamatan Nusaniwe maupun Skip dan Galala kecamatan Sirimau.
"Petugas kesehatan telah melakukan pemeriksaan kepada warga sekitar kawasan tersebut, guna mengantisipasi jangan sampai ada warga yang mengalami gejala penyakit kencing tikus," ujar Threesye.
Dia menghimbau, penderita yang mengalami gelaja tertular penyakit tersebut segera dibawa ke rumah sakit terdekat agar dokter melakukan diagnosa dan para medis melakukan penanganan secara teratur.
"Jangan menunggu sampai penderita parah, barulah dibawa ke rumah sakit, karena penyakit tersebut menular melalui perantara hewan," katanya.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit kencing tikus, tahap pertama yakni penderita akan memiliki gejala yang mirip dengan flu yaitu sakit kepala, nyeri otot, muntah, demam tinggi dan kadang kala disertai ruam di kulit.
Tahap kedua penderita akan merasakan gejala yang sama seperti pada tahap awal. Gejala yang terjadi selanjutnya tergantung pada tingkat seberapa parah infeksi tersebut dan bisa juga disertai dengan penyakit kuning (kulit dan mata kuning), mata merah, sakit perut serta diare.
Gejala bisa juga mirip dengan penyakit meningitis. Pada kasus yang parah, infeksi ini juga menyebabkan kegagalan fungsi hati dan ginjal.
"Penderita bisa meninggal karena gagal jantung, hati dan sistem pernapasan," tegas Threesye.
Editor: Unggul Tri Ratomo

3.2  Analisis Berita

Analisis berita tersebut diatas berdasarkan 5 W + 1 H.
3.2.1        (What) Apa permasalahan yang ada pada berita tersebut?
Berita tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Ambon terserang penyakit kencing tikus (leptospirosis) untuk pertama kalinya. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan di Ambon yang baru terkena bencana banjir dan tanah longsor. Dinas Kesehatan maupun pihak berkompeten yang peduli terhadap kesehatan belum mensosialisakan penyakit kencing tikus kepada masyarakat. Sehingga keluarga penderita mengalami kebingungan atas keadaan tersebut.
3.2.2        Kapan permasalahan pada berita tersebut mulai terjadi?
Permasalahan mengenai penyakit kencing tikus mulai terjadi pada September 2013 pasca musibah banjir dan tanah longsor pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Pada tanggal 30 September 2013, 3 dari 15 orang penderita penyakit kencing tikus yang dirawat di RSUD dr. M. Haulussy Ambon meninggal dunia.
3.2.3        Dimana lokasi yang mendapatkan fokus penanganan terkait dengan permasalahan pada berita tersebut?
Fokus penanganan mengenai penyakit kencing tikus dilakukan pada tiga daerah di Kota Ambon yaitu Kelurahan Kudamati di Kecamatan Nusaniwe, Kelurahan Skip dan kelurahan Galala di Kecamatan Sirimau, karena pada daerah tersebut terdapat tiga korban meninggal akibat serangan penyakit kencing tikus. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan kepada warga sekitar kawasan tersebut untuk mengantisipasi agar tidak ada warga yang mengalami gejala penyakit kencing tikus.
3.2.4        Siapa yang seharusnya berperan untuk mengatasi permasalahan tersebut?
Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus perperan aktif dalam mengatasi permasalah tersebut. Adanya pernyataan bahwa warga belum memperoleh sosialisasi terkait penyakit kencing tikus dari pihak-pihak terkait menunjukkan bahwa pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota Ambon belum melaksanankan tugasnya dengan baik. Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus mencanangkan berbagai program kesehatan mulai dari pencegahan sampai dengan pengobatan penderita secara tuntas agar permasalahan tersebut segera terselesaikan.
Selain itu masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggalnya agar tidak menjadi sarang tikus, seperti menghilangkan tumpukan-tumpukan sampah.
3.2.5        Mengapa terdapat 3 korban jiwa terkait  permasalahan dalam berita tersebut?
Adanya 3 korban jiwa akibat penyakit kencing tikus disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kencing tikus sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya. Ketidaktahuan masyarakat tersebut mengakibatkan masyarakat menganggap gejala yang dialami tidak serius dan tidak dilaporkan kepada petugas kesehatan terkait. Setelah penderita dalam kondisi parah, penderita baru dibawa ke pusat pelayanan kesehatan sehingga nyawa penderita tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan. Sedangkan gejala penyakit kencing tikus juga mirip dengan gejala flu, sehingga sulit dikenali apakah gejala tersebut merupakan gejala penyakit kencing tikus.

3.2.6        Bagaimana upaya pemerintah daerah setempat dalam mengatasi permasalahan terkait berita tersebut?
Dinas Kesehatan Kota Ambon melakukan pemeriksaan kepada masyarakat untuk mengantisipasi timbulnya kasus baru. Selain itu, Kepala Dinas Kesehatan Maluku menghimbau kepada masyarakat untuk membersihkan lingkungan tempat tinggalnya agar sampah-sampah yang ada tidak dijadikan sarang perkembangbiakan tikus yang menjadi penular penyakit tersebut. Petugas medis juga melakukan pemeriksaan laboratorium terkait penyakit kencing tikus untuk menunjang diagnosa dokter. Kepala Dinas Kesehatan Ambon menghimbau kepada masyarakat untuk segera membawa penderita yang menunjukkan gejala tertular penyakit tersebut ke rumah sakit agar penyakit yang diderita segera terdiagnosa dan ternangani dengan baik sehingga tidak lagi menimbulkan korban jiwa.

3.3  Solusi

Melihat permasalahan pada studi kasus di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan, yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kencing tikus dan kurangnya sosialisasi pemerintah untuk mengenalkan, memberitahu langkah pencegahan dan tanggap dalam mengatasi dalam upaya pengobatan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam analisis studi kasus, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus berperan aktif dalam mengatasi permasalah tersebut dengan memeberikan sosialisasi terkait penyakit kencing tikus. Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus mencanangkan berbagai program kesehatan mulai dari pencegahan sampai dengan pengobatan penderita secara tuntas agar permasalahan tersebut segera terselesaikan. Selain itu masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam menjaga kebersihan lingkungannya serta melaksanakan program yang akan dijalankan oleh pemerintah.
Ada empat upaya pencegahan penyakit kencing tikus yang disampaikan Prof dr Tjandra Yoga Aditama, MPH, Direktur Jendera Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, yaitu:
1.      Hindari adanya tikus yang berkeliaran disekitar kita dengan selalu menjaga kebersihan.
2.      Hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama bila ada luka.
3. Gunakan pelindung, misalnya sepatu boot, bila terpaksa harus ke daerah banjir
4.   Segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil.
Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus segera mensosialisasikan tentang keempat hal di atas kepada warga Ambon, sehingga pengetahuan masyarakat akan penyakit kencing tikus ini akan membuat masyarakat tidak bingung dan penyakit ini pun  tidak akan mengakibatkan korban jiwa.
Adapun sejumlah langkah dalam mengatasi dan mencegah terjadinya serangan penyakit akibat penyakit bakteri Leptospirosa sp, yaitu :
1.      Hewan pengganggu semacam tikus bisa menjadi pembawa hama penyakit dan bakteri    Leptospirosa sp.
2.      Jika membersihkan permukaan yang terkontaminasi atau ada urine dari hewan terinfeksi gunakan selalu larutan pembersih anti bakteri atau cairan campuran karbol dan air dengan perbandingan 1:10.
3.      Hindari kontak dengan urine, darah atau jaringan tubuh hewan yang terinfeksi jika  belum mendapatkan pengobatan.
4.      Jika terpaksa melakukan kontak dengan hewan terinfeksi, gunakan baju pelindung,  sarung tangan, sepatu boot, terutama bagi pekerja di peternakan, dokter hewan, rumah   potong hewan.
5.      Aturan umum adalah mencuci tangan setelah melakukan kontak dengan hewan.
6.      Vaksinasi akan sangat bermanfaat dalam mencegah leptospirosis, meski tidak menjamin 100%. Hal itu mengingat tipe bakteri (strain) mencapai 130 jenis, dan vaksinasi tidak bisa menyediakan imunisasi bagi seluruh tipe bakteri Leptospirosa sp.
Seperti halnya yang tercantum dalam Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab VII pasal 71 ayat 3, Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan agar dapat lebih berdaya guna dan berhasilguna. Pemerintah diharuskan melakukan penyuluhan kepada masyarakat seperti yang tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Bagian kesepuluh Pasal 38 mengenai penyuluhan masyarakat, dengan melakukan pendekatan melalui tenaga kesehatan mulai dari desa sampai kota. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih dini tentang berbagai penyakit terutama penyakit Leptospirosis yang masih asing ditelinga masyarakat awam sehingga masyarakat dapat melakukan upaya preventif untuk mencegahnya. Pelayanan

BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan

1.      Warga Ambon terserang penyakit kencing tikus atau leptospirosis pada waktu pasca bencana banjir dan tanah longsor di Ambon. Kejadian tersebut hingga menimbulkan tiga dari lima belas korban yang dirawat di RSUD Dr. M. Haulussy meninggal. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan belum adanya sosialisasi dari Pemerintah maupun Dinas Kesehatan setempat mengenai penyakit leptospirosis atau biasa disebut penyakit kencing tikus. Selain itu di Ambon baru pertama kali muncul penyakit keencing tikus sehingga belum ada persiapan dalam upaya pencegahan.
Pemerintah bersama Dinas Kesehatan menghimbau agar seluruh masyarakat menjaga kebersihan lingkungan terutama tumpukan sampah yang menjadi sarang tikus yang dapat menularkan penyakit kencing tikus.
2.    Permasalahan mengenai penyakit kencing tikus mulai terjadi pada September 2013 pasca musibah banjir dan tanah longsor pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Pada tanggal 30 September 2013, 3 dari 15 orang penderita penyakit kencing tikus yang dirawat di RSUD dr. M. Haulussy Ambon meninggal dunia.
3.    Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus perperan aktif dalam mengatasi permasalah tersebut. Adanya pernyataan bahwa warga belum memperoleh sosialisasi terkait penyakit kencing tikus dari pihak-pihak terkait menunjukkan bahwa pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota Ambon belum melaksanankan tugasnya dengan baik. Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Ambon harus mencanangkan berbagai program kesehatan mulai dari pencegahan sampai dengan pengobatan penderita secara tuntas agar permasalahan tersebut segera terselesaikan.Selain itu masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggalnya agar tidak menjadi sarang tikus, seperti menghilangkan tumpukan-tumpukan sampah.
4.    Adanya 3 korban jiwa akibat penyakit kencing tikus disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kencing tikus sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya. Ketidaktahuan masyarakat tersebut mengakibatkan masyarakat menganggap gejala yang dialami tidak serius dan tidak dilaporkan kepada petugas kesehatan terkait. Setelah penderita dalam kondisi parah, penderita baru dibawa ke pusat pelayanan kesehatan sehingga nyawa penderita tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan. Sedangkan gejala penyakit kencing tikus juga mirip dengan gejala flu, sehingga sulit dikenali apakah gejala tersebut merupakan gejala penyakit kencing tikus.
5.    Solusi untuk masalah tersebut adalah :
1.   Hindari adanya tikus yang berkeliaran di sekitar pemukiman serta hindari kontak langsung dengan tikus.
2.   Jika permukaan benda atau alat terkontaminasi kencing tikus, harus dibersihkan dengan cairan yang dicampur dengan karbol dengan perbandingan air : karbol 1:10.
3.   Jika terpaksa terjadi kontak gunakan pakaian yang dapat melindungi diri serta sepatu boot.
4.   Meningkatkan PHBS terutama mencuci tangan dengan sabun.
5.   Hindari bermain saat hujan dan banjir, apalagi saat ada luka.
6.   Segera melakukan pemeriksaan jika sudah ada gejala yang mirip flu, karena gejala dari penyakit kencing tikus tidak spesifik dan mirip dengan flu.
7.   Dapat menggunakan vaksinasi terhadap bakteri Leptospira sp.

4.2  Saran

1.    Pemerintah dan Dinas Kesehatan juga masyarakat harus ikut berperan aktif karena penyakit kencing tikus terjadi jika kebersihan lingkungan di masyarakat rendah.
2.    Pemerintah dan Dinas Kesehatan harus melakukan sosialisasi atau penyuluhan terkait dengan tanda dan gejala penyakit kencing tikus dan menghimbau segera memeriksakan diri.
3.    masyarakat hendaknya menjaga kebersihan lingkungan disekitar rumah dan di dalam rumah agar tidak menjadi sarang tikus yang dapat menyebabkan penyakit kencing tikus.





DAFTAR PUSTAKA


http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis(diakses pada tanggal 21 maret 2014)
http://www.cdc.gov/leptospirosis/(diakses pada tanggal 23 maret 2014)
Sofro, Muchlis Achsan Udji. 2013. Leptospirosis : Penyakit Pasca banjir.http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2013/01/30/213553/Leptospirosis-Penyakit-Pascabanjir[diakses 25 Maret 2014]
Arif, Ahmad.2003.Pengendalian Tikus.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=3853<diakses tanggal 20 maret 2014 pukul 19.16 WIB>

No comments:

Post a Comment